Bukan Cuma SLIK, Ini Faktor Lain yang Buat Pengajuan KPR Ditolak

Intinya sih...
Junaidi Abdilah menuduh SLIK sebagai penghambat KPR, namun proses penentuan persetujuan KPR berlangsung di perbankan.
OJK mencatat penolakan kredit akibat SLIK hanya 3%, SLIK bukan daftar hitam yang menghalangi persetujuan KPR.
Bank menerapkan prinsip 5C untuk menilai kemampuan calon debitur, termasuk capacity, capital, collateral, dan condition.
Jakarta, FORTUNE – Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdilah sempat menuding data Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) menjadi penghambat calon debitur untuk mendapatkan persetujuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Junaidi mengungkapkan, data Apersi mencatat dari 100 orang yang mengajukan kredit pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (KPR FLPP), hampir 70 persen ditolak. Namun demikian, tudingan tersebut ternyata tidak selalu benar. Nyatanya, proses penentuan persetujuan KPR berlangsung di perbankan.
Data riwayat kredit nasabah melalui SLIK memang menjadi salah satu faktor yang harus dipenuhi oleh debitur untuk mendapat persetujuan KPR, namun SLIK bukanlah satu-satunya faktor penentu. Karena pertimbangan persetujuan kredit/KPR dinilai secara menyeluruh berdasarkan kemampuan finansial calon debitur.
OJK catat penolakan kredit akibat SLIK hanya 3%
SLIK sendiri merupakan sistem informasi yang dikelola oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyediakan data riwayat kredit nasabah. Data ini digunakan oleh lembaga keuangan, seperti bank dan perusahaan pembiayaan, untuk menilai kelayakan calon debitur dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menegaskan bahwa SLIK bukanlah daftar hitam (blacklist) yang serta-merta menghalangi persetujuan KPR. Menurutnya, keputusan kredit tetap mempertimbangkan penilaian menyeluruh terhadap kapasitas finansial calon debitur.
“SLIK bukan penghalang mutlak karena ada penilaian ulang menyeluruh terhadap kapasitas finansial debitur,” kata Josua kepada wartawan di Jakarta, Rabu (25/6).
SLIK menggantikan peran BI Checking dengan tujuan utama mencatat riwayat kredit debitur secara terpusat untuk mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan manajemen risiko perbankan.
Data laporan bank ke OJK beberapa waktu lalu juga menyebutkan bahwa kredit termasuk KPR yang ditolak karena mengacu data SLIK hanya berkisar 1-3 persen dari jumlah total pengajuan kredit. Fakta ini memperkuat fakta bahwa bank masih membuka peluang bagi debitur selama profil keuangan mereka dinilai layak.
Bank terapkan prinsip 5C untuk menilai kemampuan calon debitur
Untuk itu, Josua menekankan bahwa SLIK bukan satu-satunya acuan penilaian. Bank juga menerapkan prinsip 5C, yakni Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition untuk menilai kemampuan calon debitur atau mengevaluasi kelayakan kredit.
Ia menjelaskan, capacity atau kemampuan membayar menjadi perhatian utama, dengan rasio cicilan terhadap pendapatan biasanya dibatasi maksimal 30–40 persen. Stabilitas penghasilan, terutama dari pekerjaan formal, akan meningkatkan peluang persetujuan.
Dalam aspek capital, besarnya down payment memengaruhi risiko. Makin besar DP, makin kecil risiko bank. “Meskipun ada pelonggaran DP 0 persen, bank tetap memperhatikan kesiapan dana pribadi debitur,” tuturnya.
Sementara dari sisi collateral, properti yang dijadikan jaminan harus memenuhi syarat legalitas, nilai pasar, dan lokasi strategis. Rumah yang tidak layak atau berada di lokasi kurang strategis bisa menyebabkan aplikasi ditolak.
Faktor lain yang turut menjadi penilaian adalah status pekerjaan, masa kerja, dan usia debitur. Debitur berusia tua atau mendekati usia pensiun berpotensi mengalami penolakan karena tenor yang terbatas dan kewajiban asuransi jiwa. “Keputusan akhir persetujuan KPR lebih ditentukan oleh profil risiko secara menyeluruh sesuai prinsip kehati-hatian perbankan,” pungkas Josua.