Jakarta, FORTUNE – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menunda penerapan skema co-payment bagi industri asuransi setelah menerima usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyebut aturan ini bakal membebani masyarakat luas.
Hal itu tertuang dari hasil rapat rapat Kerja bersama OJK di Gedung Parlemen DPR RI, Senin (30/6). Seperti diketahui, skema ini awalnya akan diberlakukan pada 1 Januari 2026 melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025.
Anggota Komisi XI DPR, Eric Hermawan menilai aturan ini tidak berkeadilan dan lebih menguntungkan pihak pelaku industri asuransi. Untuk itu, pihaknya meminta untuk menunda penerapannya hingga 2027 mendatang atau setelah diterbitkannya aturan atau POJK baru.
“Co-payment ini justru membebani masyarakat. Harusnya ada pendekatan kepada rakyat. Mereka yang akan terdampak, tapi tidak diajak bicara. Yang diuntungkan ya perusahaan asuransi,” kata Eric dikutip melalui konferensi video yang dikutip di Jakarta, Senin (30/6).
Selain itu, Ketua Komisi XI DPR M. Misbakhun menyatakan penundaan ini untuk mengkaji lebih dalam dampak bisnis dan memperkuat dasar hukum dari penerapan skema asuransi ke depan. Ia menilai, OJK belum melakukan penelitian yang mendalam dan menyeluruh terkait skema ini dan terburu-buru menetapkan surat edaran.
"Dalam rangka penyusunan POJK sebagaimana dimaksud dalam poin 2, OJK menunda pelaksanaan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan produk asuransi kesehatan sampai diberlakukannya POJK," kata Misbakhun.