Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
ilustrasi perumahan (pexels.com/Eziz Charyyev)
ilustrasi perumahan (pexels.com/Eziz Charyyev)

Intinya sih...

  • Harga rumah di Jabodetabek diprediksi terus naik hingga mencapai Rp2,6 miliar per unit pada 2026

  • Kenaikan harga rumah ini menggeser minat kaum muda untuk menyewa terlebih dahulu sebelum membeli rumah tapak

  • 74,41% pembelian rumah warga dilakukan secara KPR, dengan mayoritas pembelian rumah primer melalui skema pembiayaan KPR

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNEHarga rumah tapak khususnya untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang & Bekasi (Jabodetabek) diprediksi akan terus mengalami kenaikan hingga berada pada kisaran Rp2,6 miliar per unit pada 2026. Kenaikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti inflasi, keterbatasan lahan hingga permintaan yang tinggi atas kebutuhan rumah tapak.

Associate Director Research & Consultancy Department PT Leads Property Services Indonesia (Leads Property), Martin Hutapea bahkan menjelaskan, kenaikan harga rumah ini menggeser pola minat warga khususnya kaum muda untuk menyewa terlebih dahulu sebelum membeli rumah tapak.

“Harga rumah yang tidak semakin terjangkau bagi generasi mendatang kan mendorong perubahan pola konsumsi dari membeli ke menyewa. Jadi pada secondary market itu cukup banyak profil calon pembeli rumah itu sebelumnya mereka menyewa dulu dan kumpulkan uang,” kata Martin saat diskusi media terkait ‘Tren Properti & Market Outlook 2026’ di Jakarta, Kamis (20/11).

Kenaikan harga rumah yang tak sejalan dengan pendapatan masyarakat menyebabkan harga perumahan murah semakin bergeser jauh ke pinggiran kota penyangga Jakarta. Seperti wilayah Cisauk, Cikupa, Balaraja hingga Tenjo di Tangerang. 

Ia juga menambahkan,ukuran rumah yang ditawarkan pinggiran kota juga cenderung makin mengecil, meski biaya pembelian hingga perawatan yang dikeluarkan relatif sama dengan tahun tahun sebelumnya.

BI: 74,41% pembelian rumah warga dilakukan secara KPR

Ilustrasi permukiman perumahan subsidi. (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Di sisi lain, berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan harga properti residensial di pasar primer tumbuh terbatas. Hal ini tecermin dari Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada kuartal-III 2025 yang tumbuh sebesar 0,84 persen (YoY) atau  sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal II 2025 sebesar 0,90 persen (YoY).

Sedangkan, dari sisi pembiayaan, survei juga menunjukkan bahwa sumber utama pendanaan untuk pembangunan properti residensial masih berasal dari dana internal pengembang, dengan pangsa mencapai 77,67 persen. 

Dari sisi konsumen, mayoritas pembelian rumah di pasar primer juga masih dilakukan melalui skema pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan pangsa sebesar 74,41 persen dari total pembiayaan. Sedangkan, untuk pembelian rumah primer melalui pembayaran tunai bertahap sebesar 17 persen dan pembayaran tunai keras mencapai 8,59 persen.

Editorial Team