Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
teller bank
ilustrasi teller bank (vecteezy.com/Akarawut Lohacharoenvanich)

Intinya sih...

  • Direktur Indef, Eko Listiyanto, mengungkapkan dua masalah utama penyaluran kredit lambat di akhir tahun 2025.

  • Permasalahan pertama adalah hambatan dan kompleksitas sektor riil serta godaan keuntungan dari surat utang pemerintah.

  • Permasalahan kedua adalah besarnya keuntungan dari surat utang pemerintah membuat bank lebih memilih menaruh dana di surat utang daripada menyalurkan kredit ke sektor riil.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta,FORTUNE – Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto mengungkapkan dua permasalahan penyebab penyaluran kredit perbankan seret dan cenderung melambat di akhir tahun 2025. Permasalahan tersebut ialah hambatan serta rumitnya sektor rill serta godaan keuntungan dari surat utang pemerintah. 

“Ada masalah fundamental dalam penyaluran kredit ke sektor riil. Jadi yang perlu dibenahi bottleneck-nya itu adalah sektor riilnya harus dipastikan izinnya mudah, premanismenya diberantas, dan kalau mau ditambah lagi infrastrukturnya dicukupi,” kata Eko dalam diskusi Catatan Akhir Tahun Indef di Jakarta, Senin (29/12).

Kedua, besarnya keuntungan dari surat utang pemerintah membuat bank memilih untuk menaruh dana di surat utang atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), ketimbang menyalurkan kredit ke sektor riil yang kondisinya tidak menentu di tengah ketidakpastian ekonomi.

“Masalahnya adalah bank-bank itu tetap saja melahap ini SRBI ini. Jadi sudah bunga turun tetap dibeli. Bank tetap lebih memilih SRBI atau surat hutang yang bunganya cuma 5 persen dibandingkan menyalurkan kredit,” kata Eko.

Oleh karenanya, jika pemerintah ingin pertumbuhan ekonomi melampaui enam hingga delapan persen, maka pertumbuhan kredit harus ditingkatkan hingga belasan dan dua puluh persen seperti yang pernah terjadi pada 2011 dan 2012.

“Kami usul kredit harus tumbuh dua kali lipat dari pertumbuhan hari ini, katakanlah kredit sekarang tumbuh 8 persen berarti 16 atau 18 persen pertumbuhan kredit yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi 6 persen,” kata Eko.

Bank Indonesia (BI) mencatat kredit bank hingga November 2025 hanya tumbuh sebesar 7,9 persen secara tahunan (YoY) menjadi Rp8.196,4 triliun. Angka ini tumbuh lambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 7,0 persen (YoY).

Editorial Team

EditorEkarina .