LPEM UI: Pemulihan Terhambat, Ekonomi 2021 Hanya Tumbuh 3,7 persen

Jakarta, FORTUNE – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Indonesia (LPEM FEB UI) menyatakan upaya pemulihan ekonomi Indonesia tahun lalu terusik sejumlah gejolak. Karena itu, perekonomian dalam negeri pada 2021 belum akan kembali ke masa sebelum pandemi, tapi bakal melanjutkan tren positifnya tahun ini.
Dalam laporan bertajuk "Indonesia Economic Outlook" Triwulan I-2022, LPEM FEB UI memperkirakan perekonomian domestik 2021 tumbuh 3,7 persen setelah koreksi 2,07 persen pada tahun sebelumnya.
“Kami melihat bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan empat 2021 dapat mencapai sekitar 5,1 persen, dan membuat perkiraan pertumbuhan untuk keseluruhan 2021 sebesar 3,7 persen,” kata Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky, Jumat (4/1).
Terlepas dari peningkatan kasus COVID-19 akibat varian Omicron baru-baru ini, perekonomian 2022 diharapkan lepas landas seiring tingkat vaksinasi lebih tinggi serta pengalaman gelombang kedua wabah pada 2021, katanya.
“Ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) diproyeksikan tumbuh lebih tinggi sekitar 4,9 persen sampai 5,1 persen untuk keseluruhan tahun ini,” ujarnya.
Permintaan domestik masih belum kuat
Kecepatan pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19 di banyak negara berbeda-beda. Di saat banyak negara maju dan berkembang menghadapi lonjakan inflasi, Indonesia sebaliknya.
Pada 2021, inflasi dalam negeri mencapai 1,87 persen, lebih rendah ketimbang target Bank Indonesia yang berkisar 2 persen. Inflasi inti yang mencapai 1,56 persen mengindikasikan tingkat permintaan yang belum sepenuhnya pulih.
LPEM FEB UI menduga tingkat inflasi tersebut besar kaitannya dengan respons belanja stimulus dari masing-masing pemerintah negara dunia. Belanja stimulus Indonesia, misalnya, hanya 9,3 persen dari PDB, lebih rendah dari belanja stimulus Amerika Serikat dan Inggris yang masing-masing 25,5 persen dan 19,3 persen.
Berkat stimulus jumbo itu, tingkat permintaan di negara maju menguat. Namun, itu tak diimbangi pemulihan sisi suplai. Akibatnya, terjadi tekanan inflasi.
“Risiko inflasi di Indonesia relatif rendah karena stimulus yang relatif lebih rendah dan kemajuan pemulihan bertahap yang memungkinkan sisi penawaran memiliki lebih banyak waktu untuk mengejar kenaikan permintaan,” katanya.
Pun begitu, kinerja kredit di tengah pandemi memperlihatkan prospek. Data terakhir pada Oktober 2021 menunjukkan pertumbuhan kredit perbankan 3,24 persen secara setahunan, lebih tinggi dari 2,21 persen pada bulan sebelumnya. Kredit modal kerja dan konsumsi terakselerasi masing-masing 4,66 persen dan 3,75 persen, namun kredit investasi masih terkoreksi 0,37 persen.