Jakarta, FORTUNE – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji peluang peningkatan penyaluran kredit perbankan bagi para eksportir Indonesia. Langkah ini diambil menyusul kesepakatan tarif 19 persen dari Amerika Serikat (AS) yang berpotensi membuka pasar ekspor senilai US$14 miliar untuk enam komoditas utama.
OJK secara khusus sedang mendalami ruang pembiayaan yang bisa dimanfaatkan oleh industri perbankan demi mendukung perusahaan yang berorientasi ekspor.
“Secara khusus, terkait dengan pemberian kredit dari perbankan kepada perusahaan yang melakukan ekspor di beberapa komoditas utama sedang dilakukan pendalaman lebih lanjut dI bidang perbankan. Untuk melihat ruang pembiayaan yang bisa dimanfaatkan,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juli 2025, secara daring, Senin (4/8).
Mahendra menjelaskan, kesepakatan tarif ini berpotensi meningkatkan daya saing enam produk ekspor utama Indonesia ke AS. Produk tersebut meliputi mesin listrik dan peralatan, lemak dan minyak hewan/nabati, karet, alas kaki, pakaian dan aksesorinya (rajutan/bukan rajutan), dan furnitur.
Nilai ekspor keenam kelompok produk tersebut diproyeksikan bisa mencapai US$14 miliar, setara dengan 52 persen dari total ekspor Indonesia ke AS pada 2024.
“Peluang meningkatkan daya saing terbuka lebar, dilihat dari posisi ekspor kita sekarang dan ruang untuk meningkatkannya dibandingkan dengan tingkat tarif yang dialami oleh negara lain yang juga mengekspor produk serupa,” kata Mahendra.
Sejalan dengan OJK, lanjut Mahendra, para pelaku perbankan saat ini juga tengah mengkaji pemberian kredit terhadap perusahaan eksportir komoditas utama untuk melihat ruang peningkatan kredit.
Di sisi lain, OJK mencatat kinerja intermediasi perbankan tetap stabil dengan pertumbuhan kredit mencapai 7,77 persen secara tahunan (YoY) menjadi Rp8.059,79 triliun per Juni 2025. Namun, pertumbuhan ini sedikit melambat jika dibandingkan dengan posisi Mei 2025 yang mencapai 8,43 persen (YoY).
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit investasi menjadi penopang utama dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 12,53 persen (YoY). Angka ini diikuti oleh kredit konsumsi yang tumbuh 8,49 persen (YoY) dan kredit modal kerja 4,45 persen (YoY).
Ditinjau dari kepemilikan bank, kredit dari bank umum swasta nasional domestik mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu 10,78 persen (YoY).
Dari sisi debitur, kredit korporasi tumbuh 10,78 persen (YoY), sementara kredit untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tumbuh 2,18 persen (YoY). Pertumbuhan kredit UMKM yang lebih landai terjadi di tengah upaya perbankan yang masih berfokus pada pemulihan kualitas kredit pada segmen tersebut.