Jakarta, FORTUNE - Babak baru perang bunga bank digital memanas lagi saat tiga pemain baru datang pada setahun terakhir:, Krom Bank, Superbank hingga Bank Saqu. Ketiganya menantang pemain lama yang lebih dulu muncul pasca pandemi Covid-19. Dan, strategi pasang bunga tinggi tampaknya efektif memikat nasabah milenial dan gen Z yang umumnya memang dikenal tak loyal.
Salah satu pendatang baru yang menawarkan bunga tinggi ialah Krom Bank; 8,75 persen untuk produk deposito sedangkan bank digital lain sudah mulai menurunkan bunga depositonya hingga kisaran 5 dan 6 persen. Bahkan strategi ini diklaim mampu mendongkrak dana pihak ketiga (DPK) miliknya pada periode Juli 2024 hingga mencapai Rp 1,89 triliun.
“Meningkat hampir 10 kali lipat dibandingkan Juli 2023,” kata Presiden Direktur Krom Bank, Anton Hermawan saat September 2024 silam.
Dengan sokongan PT FinAccel Teknologi Indonesia (Kredivo), Krom Bank tampaknya masih punya cukup modal untuk menggelembungkan bunga simpanan dalam waktu cukup lama untuk memikat sebanyak-banyaknya nasabah. “Bank digital itu perlu establish a certain customer base. Sebelum kita sampai ke customer base yang cukup, seperti jumlah target, ya pasti kita akan mempertahankan bunga tinggi itu,” kata Anton.
Ia pun optimistis tabungan nasabah di Krom Bank akan terus menggunung. Sebab, porsi simpanan bank digital nasional masih kecil di level 1 persen dari total dana simpanan di industri perbankan secara keseluruhan. Suku bunga tinggi memang efektif dalam menarik nasabah, tetapi tanpa strategi berkelanjutan, hal ini dapat membebani struktur keuangan bank.
Tak dapat dipungkiri, strategi Anton membuat beban bunga dari Krom Bank membengkak dari Rp3,07 miliar pada Juni 2023 menjadi Rp29,60 miliar pada Juni 2024. Bukan masalah besar sebenarnya, asalkan bank dapat menjalankan peran intermediasi dengan efektif. Dalam hal ini, Krom Bank melakukan channeling penyaluran kredit melalui Kredivo, dengan bunga bersaing.
“Kami tidak akan jor-joran, kami akan sangat berhati-hati, dan kita akan terus memperbaiki sistem sehingga underwriting kami lebih baik,” ujarnya.
Belum genap setahun meluncurkan layanan digital, bank yang awalnya bernama Bank Bisnis Internasional ini disebut telah memiliki ratusan ribu nasabah. Per Oktober 2024, Krom Bank mampu mengantongi laba bersih Rp120,21 miliar atau tumbuh 4,18 persen jika dibandingkan dengan posisi Oktober 2023 yang hanya Rp115,38 miliar.
Meski demikian, Ia memandang pada tahun 2025 ini masih ada potensi pengetatan likuiditas akibat pelemahan daya beli. Kondisi tersebut menjadi tantangan besar bagi perbankan digital pada 2025, terutama karena dampak langsung terhadap likuiditas bank. Apalagi, BI menerapkan kebijakan penurunan suku bunga menjadi 5,75 persen, hal ini memberikan peluang bagi bank digital meningkatkan permintaan kredit dan memulihkan daya beli masyarakat secara perlahan.
Maka dari itu, bank digital perlu mengadopsi pendekatan lebih holistik, mengombinasikan suku bunga menarik dengan inovasi produk dan layanan bernilai tambah. Menurutnya, diversifikasi produk menjadi strategi utama untuk mempertahankan daya saing tanpa menimbulkan risiko likuiditas jangka panjang.
“Dengan pendekatan terintegrasi, bank digital dapat memanfaatkan suku bunga kompetitif sebagai daya tarik, sekaligus menjaga stabilitas keuangan dan profitabilitas di tengah persaingan industri yang semakin dinamis,” kata Anton.