Yonggris Lao, Pemilik dan Pendiri BPR Hasamitra/Dok Pribadi
Beroperasi pertama kali pada 2005, tentu bukan perkara mudah bagi BPR Hasamitra dalam menghimpun dana nasabah. Dengan memanfaatkan relasi dan kolega, Yonggris dan Mansu mulai memasarkan sejumlah produk tabungan. Sementara upaya penyaluran kredit BPR Hasamitra mulai berbuah hasil dengan adanya kerja sama pembiayaan bagi pegawai negeri sipil di lingkungan dinas pariwisata setempat.
Meski saat itu penyaluran gaji masih dilakukan secara tunai melalui bendahara pegawai, BPR Hasamitra punya strategi agar pembayaran cicilan bisa tetap lancar layaknya auto-debet. “Kami bekerja sama dengan bendaharanya untuk memungut tagihan. Jadi, NPL-nya bisa 0 persen karena gaji mereka langsung dipotong oleh bendahara untuk pembayaran cicilan,” kata Yonggris.
Tak berhenti disitu, BPR Hasamitra juga sempat viral lantaran menawarkan suku bunga kredit lebih rendah dibandingkan angka pasaran di wilayah Makassar. Pada awal 2000-an, suku bunga kredit perbankan memang begitu tinggi mencapai level 20-30 persen. Namun BPR Hasamitra berani mendobrak pasar dengan menghadirkan bunga kredit 15 persen.
Kepada timnya, Yonggris menyampaikan, “Kita bikin promo besar-besaran di awal mumpung dananya masih bersumber dari modal disetor, jadi tidak ada biaya lainnya. Tidak usah kita pikir untung dulu. Dan waktu itu semua heboh.”
Bermula dari langkah strategisnya itu, bisnis BPR Hasamitra semakin berkembang dan dikenal masyarakat Sulawesi Selatan secara luas. Hingga akhir 2023 saja, BPR Hasamitra memiliki nasabah lebih dari 67.000 dan memiliki 11 kantor yang terdiri dari 10 kantor cabang dan 1 kantor kas yang tersebar di 9 kabupaten kota. Tak hanya itu, kini BPR Hasamitra bahkan telah memiliki lini usaha di luar provinsi Sulawesi Selatan yakni BPR Hasamitra Depok, Jawa Barat. Dengan total aset mencapai Rp2,82 triliun pada akhir 2023, BPR Hasamitra masuk dalam kelompok “Top 5” BPR dengan aset terbesar di Indonesia.
Semakin tinggi pohon, semakin kencang juga tiupan anginnya. Dengan jumlah nasabah yang banyak, ada tanggung jawab yang besar dan perlu dipikul. Badai besar pandemi Covid-19 sempat memporak-porandakan sebagian lini bisnis BPR Hasamitra pada periode 2020-2021 silam. Kala itu, jangankan BPR, sejumlah bank besar pun turut terkikis bisnisnya karena roda ekonomi yang terhenti. Pengurus BPR Hasamitra ikut ‘panas dingin’ mengkhawatirkan likuiditas yang semakin menipis lantaran banyak nasabah yang menarik dana.
Saat itu juga, Yonggris dan seluruh jajaran pengurus mengadakan rapat dan menentukan arah dan sejumlah strategi untuk mempertahankan bank agar tidak kolaps. Sebagai pemilik, ia bahkan menyiapkan likuiditas dan modal tambahan dari kantong pribadi untuk disuntikkan ke bank, jika dibutuhkan.
“Karena tingkat kepercayaan masyarakat pada saat itu mulai turun, orang-orang menarik dana. Jujur saja, saya bilang waktu itu likuiditas kami sudah sangat tipis. Jadi, yang pertama kita lakukan stop kredit, meski bentuknya kredit konsumtif. Pokoknya duit (likuiditas) masuk dulu,” kata Yonggris.
Strategi kedua yang dilakukan ialah memantau arus kas yang masuk dan keluar setiap harinya untuk memastikan kondisi permodalan. Jurus strategi ketiga ialah melakukan komunikasi secara intens kepada nasabah. “Jadi kuncinya itu sebenarnya komunikasi. Nasabah terkadang tidak tahu mengenai kondisi keuangan perbankan kami karena mereka tidak membaca neraca, jadi kami jelaskan,” katanya.
Begitu pandemi terlewati, jajaran direksi masih harus kembali memulihkan bisnis dengan menggenjot kinerja kredit yang sempat terpaksa berhenti. Kondisi itu bahkan sempat membuat sejumlah nasabah yang membutuhkan kredit berpaling ke bank lain. Meski begitu, BPR Hasamitra tak gentar menghadapi persaingan bisnis.
Kini, BPR Hasamitra tengah berupaya untuk bertransformasi secara digital, mulai dari menyediakan layanan ATM, mobile banking, hingga pembukaan rekening secara digital. Bank rural ini pun telah memiliki roadmap pengembangan digital termasuk fitur pembayaran QRIS dan kartu digital. “Saya lihat bahwa teknologi itu sudah bukan pilihan. Itu sudah keharusan. Bank ke depan harus melayani transaksi, bukan hanya mengandalkan investasi,” kata Yonggris.
Di usia 18 tahun, kini BPR Hasamitra kokoh berdiri di tengah banyaknya BPR yang tumbang. Sebagai seorang perintis, Yonggris menilai tutupnya sejumlah BPR sebagian besar diakibatkan oleh tata kelola yang buruk, fraud, atau gagalnya risk management. Untuk itu, ia selalu menanamkan empat value utama bisnis yakni kepercayaan, integritas, prudensi, dan profesionalitas.
Sebagai pemilik, Yonggris pun sudah mengantisipasi dan menangkal terjadinya fraud dengan memilih susunan pengurus serta jajaran direksi dari kalangan profesional. Tak jarang, sejumlah pemimpin divisi terpilih merupakan jebolan bankir ternama.
Sebagai pemilik dan pendiri BPR Hasamitra, selama 18 tahun, Yonggris mengaku tidak pernah mengambil dividen miliknya dan memupuknya untuk disetorkan kembali sebagai modal. Bahkan, ia selalu menyisihkan keuntungan usaha tekstil miliknya untuk disetor sebagai modal bank. Baginya, BPR Hasamitra harus bisa semakin besar dan berkembang sehingga menjangkau masyarakat lebih luas.