FINANCE

Agresif! Bank Indonesia Kembali Naikan Bunga Acuan jadi 5,25%

Ini faktor pendorong kenaikan bunga acuan.

Agresif! Bank Indonesia Kembali Naikan Bunga Acuan jadi 5,25%Ilustrasi Bank Indonesia/ Shutterstock Harismoyo
17 November 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) periode November 2022 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen, suku bunga Deposit Facility juga naik sebesar 50 bps menjadi 4,50 persen dan suku bunga Lending Facility naik sebesar 50 bps menjadi 6,00 persen.  Langkah bank sentral terbilang agresif setelah sebelumnya menaikan bunga acuan di periode bulan Agustus, September dan Oktober 2022

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

“Memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen lebih awal pada paruh pertama 2023. Serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat kuatnya mata uang dolar AS,” kata Perry melalui konferensi video di Jakarta, Kamis (17/11).

Penyesuaian harga BBM tarif angkutan buat inflasi masih tinggi

ilustrasi mengisi bensin
ilustrasi mengisi bensin (unsplash.com/Sippakorn yamkasikorn)

Perry menjelaskan, ekspektasi inflasi masih tinggi meskipun inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) lebih rendah dari prakiraan awal. Tercatat, inflasi IHK pada Oktober 2022 sebesar 5,71 persen (yoy), masih di atas sasaran 3,0±1 persen, meskipun lebih rendah dari prakiraan dan inflasi bulan sebelumnya sebesar 5,95 persen (yoy). Sementara itu, inflasi kelompok volatile food turun menjadi 7,19 persen (yoy).

Perry menilai perlu penguatan sinergi dan koordinasi kebijakan yang erat melalui TPIP-TPID dan GNPIP untuk penurunan inflasi lebih lanjut. Sebab, inflasi administered prices tercatat sebesar 13,28 persen (yoy). “Perlu penguatan koordinasi untuk memitigasi dampak lanjutan dari penyesuaian harga BBM dan tarif angkutan agar lebih rendah,” kata Perry.

Sementara itu, inflasi inti tercatat sebesar 3,31 persen (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sejalan dengan dampak rambatan dari penyesuaian harga BBM dan meningkatnya ekspektasi inflasi. Consensus Forecast bulan November 2022 menunjukkan ekspektasi inflasi pada akhir 2022 masih tinggi yaitu 5,9 persen (yoy) meski demikian, level tersebut sudah lebih rendah dari bulan sebelumnya 6,7 persen (yoy).

Ekonomi global melambat akibat pengetatan moneter

ilustrasi krisis moneter
ilustrasi krisis moneter (unsplash.com/Markus Spiske)

Related Topics