Faisal melanjutkan kuartal II-2021 mencatatkan pelebaran defisit transaksi berjalan. Kondisi itu, katanya, sejalan dengan peningkatan aktivitas industri dalam negeri di tengah upaya pelonggaran pembatasan.
Data BI menunjukkan, pelebaran CAD pada kuartal kedua 2021 ini terutama disebabkan surplus neraca dagang barang Indonesia yang naik 6,0 persen dari kuartal sebelumnya menjadi US$8,09 miliar. Surplus ini tercipta akibat nilai ekspor yang tumbuh 10,0 persen, sedangkan nilai impor juga naik tapi lebih tinggi sedikit, yakni 10,7 persen.
Menurut data BI, pelebaran nilai CAD juga disebabkan peningkatan nilai defisit jasa dan pendapatan primer. Defisit jasa pada kuartal II mencapai US$3,65 miliar, atau tumbuh 8,3 persen. Sedangkan defisit pendapatan primer naik 20,6 persen.
“Ekspor tumbuh, tapi impor juga kembali mengalami peningkatan sejalan dengan aktivitas produksi dan konsumsi dalam negeri. Di saat yang sama, defisit neraca jasa juga meningkat karena ada peningkatan jasa untuk pemakaian transportasi asing untuk ekspor impor. Itu sebabnya kuartal kedua defisitnya melebar,” katanya.
Meski rendah, pelebaran CAD ini, menurut BI, dipengaruhi peningkatan surplus neraca barang akibat kenaikan ekspor bersamaan dengan impor yang menunjukkan perbaikan ekonomi domestik.
“Sementara itu, defisit neraca pendapatan primer meningkat akibat kenaikan pembayaran imbal hasil investasi berupa dividen seiring perbaikan kinerja korporasi. Defisit neraca jasa juga meningkat, antara lain disebabkan defisit jasa transportasi yang melebar akibat peningkatan pembayaran jasa freight impor barang,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangan resmi, Jumat (20/8).
BI memperkirakan tahun ini defisit transaksi berjalan masih akan terjaga. Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, CAD ditaksir sekitar 0,6 sampai 1,4 persen PDB. Tahun, lalu defisit transaksi berjalan 0,42 persen dari PDB, menurun dari 2019 yang mencapai 2,71 persen PDB.