Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Deretan gedung bertingkat di Jakarta, Senin (25/4/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

Jakarta, FORTUNE – Ekonomi dalam negeri tahun ini diperkirakan akan kembali normal ke era sebelum Covid-19 mewabah. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB-UI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi RI pada 2022 bisa mencapai 4,90 persen sampai 5,10 persen.

“Terlepas dari berbagai tantangan, kami masih berpendangan pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2022 akan kembali ke level pra-pandemi di kisaran 5,0 persen,” kata Ekonom sekaligus salah satu tim peneliti LPEM FEB UI, Teuku Riefky, dalam kajiannya yang diterima Fortune Indonesia, Jumat (6/5).

Memasuki 2022, Indonesia menghadapi pelbagai tantangan domestik dan internasional, kata Riefky. Faktor pull dari sisi permintaan telah mengakibatkan kenaikan daya beli seiring kenaikan aktivitas produksi, mobilitas masyarakat, dan permintaan masyarakat yang terpendam. Di sisi lain, faktor push dari peningkatan harga bahan baku menekan daya beli masyarakat.

Meski situasi tersebut belum berdampak terhadap angka inflasi sejauh ini, tekanan inflasi disinyalir sudah terlihat. Sebagai gambaran, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, inflasi inti tahunan pada Maret mencapai 2,37 persen, atau meningkat dari 1,21 persen periode sama 2021.

Sejumlah indikator ekonomi juga masih positif awal tahun ini. Realisasi investasi kuartal I 2022 yang tumbuh 28,5 persen secara tahunan (year on year / yoy) menjadi Rp282,4 triliun misalnya. Lalu, surplus neraca dagang tumbuh 20 persen menjadi US$9,44 miliar, terutama didorong oleh harga komoditas batu bara dan kelapa sawit (crude palm oil/CPO), meski di tengah krisis geopolitik di Eropa Timur.

Alhasil, secara khusus Riefky memperkirakan, ekonomi Indonesia kuartal pertama 2022 ini bakal tumbuh di kisaran 4,75 persen sampai 4,95 persen. Sebagai perbandingan, pada kuartal pertama tahun sebelumnya, ekonomi Indonesia minus 0,70 persen (yoy).

Outlook ekonomi S&P

Editorial Team