Ilustrasi listrik hijau (https://lpm.uma.ac.id/)
Lebih lanjut Yuliana menjelaskan, keberlanjutan membutuhkan upaya serius dari semua pihak, tidak terbatas pada sektor tertentu atau perusahaan besar saja. Menurutnya, melalui TKBI versi 2 ini, semakin banyak sektor yang dapat melakukan penilaian sendiri (self assessment) terkait dengan kesesuaian aktivitas ekonomi mereka dengan klasifikasi berdasarkan taksonomi yang ada. Serta, mendukung pelaku usaha dalam menerima pembiayaan berkelanjutan.
“TKBI versi 2 ini, saya lihat telah dirancang dengan inklusif sehingga dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan penilaian atas aktivitas ekonomi tidak hanya untuk korporasi dan umkm, namun juga untuk keperluan konsumtif,” jelas Yuliana lebih lanjut.
Sebagai informasi, TKBI Versi 2 memperluas cakupan sektor industri utama yang berkontribusi signifikan terhadap keberlanjutan dan transisi ekonomi hijau. Sektor Energi mencakup pengembangan energi terbarukan, percepatan penghentian PLTU, serta teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
Untuk sektor Konstruksi & Real Estate (C&RE) mengatur bangunan hijau serta pemukiman berkelanjutan, termasuk bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sektor Transportasi & Penyimpanan (T&S) berfokus pada kendaraan listrik, Sustainable Aviation Fuel (SAF), serta transportasi publik rendah emisi. Sementara itu, sektor Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lainnya (AFOLU) mencakup pengelolaan hutan lestari, perkebunan berkelanjutan, serta konservasi lahan karbon tinggi. Yuliana juga menjelaskan konsep Do No Significant Harm (DNSH) dan Social Aspect (SA) yang implementasinya diperluas melalui TKBI versi 2 ini.