Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi Kecerdasan Buatan (Pixabay/tungnguyen0905)
Ilustrasi Kecerdasan Buatan (Pixabay/tungnguyen0905)

Jakarta, FORTUNE - Belanja besar-besaran di sektor kecerdasan buatan (AI) kian bergantung pada utang. Dua lembaga keuangan raksasa, Goldman Sachs dan JPMorgan Chase & Co., sama-sama memperingatkan meningkatnya eksposur korporasi terhadap pinjaman yang digunakan untuk mendanai ekspansi AI global.

Menurut JPMorgan, total utang yang terkait dengan AI telah melonjak menjadi US$1,2 triliun, menjadikannya segmen terbesar di pasar obligasi bernilai investasi (investment-grade).

“Perusahaan-perusahaan AI kini menyumbang sekitar 14 persen dari total pasar obligasi high-grade, naik dari 11,5 persen pada 2020, dan telah melampaui sektor perbankan AS dengan porsi 11,7 persen,” tulis analis JPMorgan, Nathaniel Rosenbaum dan Erica Spear, dalam laporan mereka, dilansir dari Bloomberg.

Para analis mengidentifikasi 75 perusahaan di sektor teknologi, utilitas, dan barang modal yang memiliki keterkaitan erat dengan AI, termasuk Oracle Corp., Apple Inc., dan Duke Energy Corp. Banyak di antaranya adalah penerbit utang aktif dan, khususnya di sektor teknologi, memiliki cadangan kas besar dengan tingkat utang bersih rendah. “Utang yang terkait dengan perusahaan AI tumbuh pesat, tetapi diperdagangkan dengan imbal hasil rendah karena alasan yang kuat,” tulis para analis tersebut.

Melansir Fortune.com, lonjakan pembiayaan ini sejalan dengan besarnya belanja modal (capex) dari para pemain besar AI. “Untuk saat ini, AI masih digerakkan oleh segelintir raksasa teknologi AS yang menghabiskan hampir US$350 miliar untuk belanja modal tahun ini. Dan kini ‘bala bantuan’ mulai datang seiring semakin banyak perusahaan dan pemerintah di seluruh dunia ikut dalam perlombaan investasi AI," ujar Dan Ives dari Wedbush.

Ia menambahkan bahwa Timur Tengah menjadi contoh nyata: Arab Saudi dan Uni Emirat Arab kini bekerja sama dengan Nvidia dan penyedia komputasi awan AS untuk membangun pusat data berbasis AI berskala besar.

Namun, menurut Goldman Sachs, sumber dana untuk belanja besar tersebut kini semakin banyak berasal dari pinjaman, bukan kas perusahaan. “Para penerbit utang yang terkait dengan AI telah menyumbang US$141 miliar dari total penerbitan kredit korporasi sepanjang 2025, melampaui total penerbitan sepanjang tahun 2024 yang sebesar US$127 miliar,” tulis Direktur Pelaksana Goldman Sachs, Lotfi Karoui, dalam catatan yang diperoleh Fortune.

Karoui menilai, tren ini dapat sedikit menurunkan kualitas kredit perusahaan teknologi besar. “Dampaknya terhadap pasar kredit bersifat negatif di sisi margin, menurut pandangan kami. Meskipun belum menjadi alasan untuk panik — mengingat besarnya arus kas dan rendahnya rasio utang di antara perusahaan teknologi besar — perubahan komposisi pendanaan capex yang kini melampaui sumber kas tetap perlu diawasi”.

JPMorgan juga menyoroti bahwa sebagian besar perusahaan AI yang menerbitkan utang adalah dinilai kompeten dan baik karena memiliki kas besar, leverage rendah, maupun pengawasan regulasi yang ketat, sehingga kinerjanya lebih unggul dibanding pasar secara keseluruhan. Namun, mereka mengingatkan risiko tetap ada apabila valuasi saham AI yang tinggi mengalami koreksi tajam.

“Kenaikan pesat saham-saham AI telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor kredit, yang khawatir bahwa potensi penurunan di sektor tersebut bisa berdampak pada pasar obligasi,” tulis analis JPMorgan. Namun, dari perspektif fundamental, kekhawatiran ini tidak sepenuhnya beralasan

Meski demikian, baik Goldman Sachs maupun JPMorgan sepakat bahwa peningkatan ketergantungan terhadap utang perlu dicermati. Goldman menilai, pergeseran ini mencerminkan babak baru dalam pembiayaan teknologi tinggi, di mana inovasi AI tidak hanya mengubah bisnis, tetapi juga struktur risiko korporasi global.

Sementara itu, pasar masih menunjukkan antusiasme tinggi terhadap emisi utang berbasis AI. Penjualan obligasi Oracle senilai US$18 miliar bulan lalu bahkan menarik minat investor hingga mencapai US$88 miliar, menjadi salah satu transaksi high-grade terbesar tahun ini.

Bagi investor, situasi ini adalah pedang bermata dua: peluang besar dalam revolusi AI, namun dengan risiko finansial yang kian kompleks. Seperti yang ditulis analis JPMorgan, “Kami menilai bahwa mengambil posisi short terpilih di CDS (credit default swap) dapat menjadi strategi lindung nilai yang lebih murah bagi portofolio lintas aset."

Editorial Team