Industri Barang Mewah Diproyeksikan Tumbuh 6% per Tahun

Perubahan paradigma konsumen dan metaverse jadi katalis.

Industri Barang Mewah Diproyeksikan Tumbuh 6% per Tahun
Ilustrasi Chanel Store. Shutterstock/Martin Good
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Boston Consulting Group dan asosiasi barang mewah Prancis Comité Colbert memproyeksikan industri mewah naik 6 persen setiap tahun hingga 2026. Industri mewah pun telah kembali ke level sebelum Covid-19 atau menyamai pada 2021.

Dalam laporan Luxury Outlook 2022: Advancing as a Responsible Pioneer disebutkan industri mewah global diperkirakan akan meningkat signifikan, dari sekitar €388 miliar pada tahun 2022 menjadi sekitar €494 miliar pada tahun 2026.  Laporan tersebut menyertakan partisipan dari seluruh industri termasuk 40 wawancara dengan kepala rumah mewah. 

Melansir Vogue Business pada Senin (6/2), hampir dua pertiga pertumbuhan industri akan datang dari pasar lain selain Eropa dan AS antara tahun 2021 dan 2025. Globalisasi masih menawarkan “waduk pertumbuhan” di pasar yang kurang ditembus seperti India dan Vietnam, Direktur Pelaksana dan Mitra BCG Vogue Business Joël Hazan, dalam wawancara bersama dengan CEO Comité Colbert, Bénédicte Epinay, 

Pergeseran paradigma

Ilustrasi gerai Louis Vuitton. Shuterstock/Sorbis

Laporan mengungkapkan bahwa industri barang  mewah menghadapi "pergeseran paradigma" yang dipengaruhi nilai-nilai konsumen baru, pasar barang bekas yang berkembang, dan ketegangan geopolitik di garis depan. 

Lima faktor muncul dari para eksekutif yang disurvei, yakni produksi dan sumber daya, siklus hidup produk, hubungan pelanggan, tanggung jawab, dan globalisasi. 

Survei konsumen, yang dipimpin oleh BCG dan Potloc Consumer Insights pada April 2022 dengan 2.000 responden di seluruh Prancis, Eropa, dan AS, juga mengukur dinamika pergeseran di antara konsumen mewah, yang semakin tertarik pada keberlanjutan dan metaverse.

“Enam dari 10 konsumen mempertimbangkan gagasan keberlanjutan dalam keputusan pembelian mereka, hampir setengahnya tertarik dengan konsep toko virtual, dan 80 persen percaya bahwa rumah mode harus berkomitmen pada manajemen siklus hidup produk di luar produksi dan penjualan,” tulis Epinay dan Hazan dalam pendahuluan.

Tak hanya itu, laporan menyebutkan pasar barang bekas atau secondhand market tumbuh hampir tiga kali lebih cepat daripada firsthand market, yakni 13 persen per tahun pada tahun 2025.

“Pasar barang bekas menunjukkan rasa hormat terhadap kreativitas kita. Di sinilah fesyen bisa lebih dekat dengan kemewahan,” kata Luxury Director dari Kering Lionel Vermei dalam laporan tersebut.

Laporan juga memuat pandangan pelaku industri mewah lainnya, seperti Bruno Pavlovsky dari Chanel, Cyrille Vigneron dari Cartier, Nicolas Bos dari Van Cleef & Arpels, Guillaume de Seynes dari Hermès; serta pakar industri eksternal termasuk Benoit Pagotto dari Rtfkt, Maximilian Bittner dari Vestiaire Collective, Olivier Moingeon dari Exclusible, dan Bertrand Levy dari The Sandbox. 

Potensi metaverse

Gucci Vault METAVERSE & NFT/Dok. vault.gucci.com

Upaya industri untuk menjangkau konsumen secara digital selama pandemi belum selaras dengan pandangan konsumen. Sebanyak 64 persen berpikir bahwa kemewahan tertinggal dari industri lain dalam hal digital dan 67 persen percaya bahwa pengalaman digital tidak sebanding dengan pengalaman di dalam toko. 

Membangun hubungan pelanggan juga dinilai semakin mahal. Banyak biaya yang harus dikeluarkan, seperti bujet akuisisi pelanggan berlipat ganda pada tahun 2021. Anggaran ini diperkirakan akan meningkat sebesar 20 persen per tahun di tahun-tahun mendatang.

Meskipun demikian, pelanggan melihat potensi di metaverse. Menurut survei, 59 persen orang berusia 18-34 tahun berpendapat bahwa metaverse dapat menggantikan media sosial. Di antara penikmat NFT, 9 persen lebih memilih NFT dibandingkan produk mewah fisik, 5 persen sisanya memilih alternatif lain. 

Namun, di antara pemegang NFT atau 63 persen lebih memilih memiliki aset digital itu dibandingkan barang mewah fisik.

“Kemewahan dan NFT bergantung pada beberapa konsep umum yang membuatnya kompatibel: kelangkaan, inovasi, rasa memiliki, dan lebih umum terkait dengan budaya,” kata Strategic Missions Director Fashion and Leather Goods Louis Vuitton, Pierre-Emmanuel Angeloglou.

Menilik peluang barang mewah

ilustrasi parfum (unsplash.com/Lucas Mendes)

Menariknya, dari beragam barang mewah di industri justru peluang terletak pada pasar parfum di Cina, yang diperkirakan akan meningkat lebih dari dua kali lipat dari tahun 2021 hingga 2025. 

“Cina akhirnya harus menjadi parfum terbesar kedua di dunia,” kata CEO Inter Parfums, Philippe Bénacin, dalam laporan tersebut.

Meskipun industri barang mewah masih potensial beberapa tahun ke depan, sejumlah tantangan membayangi merek mewah. Joël Hazan mengatakan, tantangan utamanya adalah menyeimbangkan antara beradaptasi dengan kekhususan lokal dan mempertahankan identitas merek. 

Tak bisa disangkal pula, para merek harus meningkatkan kelincahan rantai pasokan dan ketahanan terhadap risiko geopolitik.

“Merek-merek mewah telah menjadi sangat penting secara budaya, sehingga mereka diminta untuk berdiri di atas kepentingan geopolitik utama,” kata Hazan.

Dia mencontohkan, perang Rusia-Ukraina telah membuktikan rumah mode mewah harus berstrategi untuk bertahan, baik dengan menutup toko (LVMH, Kering, Chanel, Hermès) atau dengan referensi tertentu selama peragaan busana (Balenciaga). 

“Posisi ini cepat dan jelas untuk pasar yang hanya mewakili sebagian kecil dari penjualan barang mewah. Bagaimana jika pertanyaan tentang pilihan antara perilaku etis dan kepentingan keuangan diangkat dalam kasus konflik yang berdampak pada pasar geografis yang lebih besar?”

Lalu apa yang membuat pelaku industri bertahan? Bénédicte Epinay menegaskan, dalam banyak topik–urusan publik, peraturan, keberlanjutan, pelatihan, dan sebagainya–koalisi atau kerja sama jangka panjang menjadi sangat penting di industri barang mewah.

Related Topics

Barang MewahMetaverse

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan