Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” Dibuka 28 Januari

Koleksi empat institusi seni dengan kacamata kesetiakawanan.

Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” Dibuka 28 Januari
S. Teddy D. - Paduan Suara yang Tidak Bisa Berkata Tidak (The Choir that Cannot Say No). 1997/Dok. Goethe-Institut
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Galeri Nasional Indonesia bersama Goethe-Institut Indonesien akan menjadi tuan rumah Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” yang dibuka mulai 28 Januari–27 Februari 2022. Acara seni ini menjadi ajang untuk menghadirkan karya koleksi Galeri Nasional Indonesia dalam balutan narasi yang mengulik awal mula koleksi dan menyoroti hubungan interpersonal di antara para seniman.

Pameran ini merupakan bagian dari Collecting Entanglements and Embodied Histories, proyek dialog kuratorial jangka panjang yang diprakarsai oleh Goethe-Institut, bekerja sama dengan empat institusi penting di Thailand, Singapura, Jerman, dan Indonesia: MAIIAM Contemporary Art Museum, Singapore Art Museum, Hamburger Bahnhof (bagian dari Nationalgalerie – Staatliche Museen zu Berlin di Jerman), dan Galeri Nasional Indonesia.

Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto, mengatakan pameran ini mengawali program pameran temporer tahun 2022 di Galeri Nasional Indonesia. Pameran yang melibatkan kerja sama antar lembaga budaya di empat negara ini menjadi media diplomasi tentang karya dan tokoh seni rupa, sekaligus lambang semangat untuk pulih dari masa pandemi.

“Pameran ini kami harapkan dapat menjadi sumber informasi dan sarana apresiasi seni rupa bagi publik, serta semakin mempererat jejaring seni rupa internasional. Jangan ragu untuk mengunjungi pameran ini secara luring, karena kami telah menyiapkan dan menerapkan sistem kunjungan yang sesuai dengan protokol kesehatan, sehingga pengunjung dapat mengapresiasi pameran dengan aman dan nyaman,” katanya di Jakarta, Kamis (27/1).

Koleksi empat institusi seni internasional ditampilkan

Nguyen Trinh Ti - Unsubtitled. 2010/Dok. Goethe-Institut

Pameran diadakan di setiap negara dengan menampilkan koleksi karya dari keempat institusi tersebut. Setiap pameran memiliki narasi kuratorial yang berbeda dari masing-masing kurator: Anna-Catharina Gebbers (Jerman), Gridthiya Gaweewong (Thailand), June Yap (Singapura)—dan Grace Samboh (Indonesia) yang merupakan kurator Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” ini. Selain koleksi keempat institusi, pameran ini juga menghadirkan pilihan karya dari Museum Seni Rupa dan Keramik - Unit Pengelola Museum Seni dan beberapa koleksi pribadi, serta arsip-arsip bersejarah.

Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” berangkat dari kerinduan untuk menikmati koleksi Galeri Nasional Indonesia—yang berjumlah hampir 2.000 karya dan baru segelintir yang pernah dipamerkan kepada publik—juga dari ketertarikan untuk menelusuri awal mula koleksi dan institusi ini. 

Penjelajahan kuratorial Grace Samboh mencermati dua pameran bersejarah di Galeri Nasional Indonesia, yaitu “Paris-Jakarta 1950-1960” pada 1992 dan “Pameran Seni Kontemporer dari Negara-Negara Non Blok” pada 1995. Penjelajahan ini memunculkan beberapa pertanyaan seputar relasi di antara seniman dan negara yang terlibat dalam pameran. Apa yang dapat kita pelajari dari berbagai pertukaran tersebut? 

Apakah pertukaran-pertukaran itu semata gerak-gerik simbolik? Seperti apa hubungan para seniman? Betulkah terjadi pertukaran di antara para perorangan seniman ini? Perenungan atas pertanyaan ini mewujud dalam lima bagian pameran, yang diberi judul Guyub, Keberpihakan, Kenduri, Kekerabatan, dan Daya.

Filosofi “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak”

Jimmy Ong - January December Skin (1989)/Dok. Goethe-Institut

Judul Pameran “Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak” diambil dari salah satu karya yang akan ditampilkan, yaitu Paduan Suara yang Tidak Bisa Berkata Tidak (1997) oleh seniman S. Teddy D. Karya. Ada pula karya dari seniman lainnya, seperti karya Agus Suwage, Araya Rasdjarmrearnsook, Basoeki Abdullah, Belkis Ayón Manso, Bruce Nauman, Danarto, Dolorosa Sinaga, Emiria Sunassa, Ary “Jimged” Sendy, Käthe Kollwitz, Marintan Sirait, Nguyễn Trinh Thi, Öyvind Fahlström, Siti Ruliyati, Tisna Sanjaya, dan Wassily Kandinsky. Pengunjung pameran juga dapat menyaksikan karya instalasi yang dibuat untuk pameran ini oleh Ho Tzu Nyen dan Cinanti Astria Johansjah.

Grace Samboh, peneliti dan kurator berharap pameran ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pengunjung untuk dapat memaknai karya-karya di dalamnya, juga narasi sejarah yang menjadi latarnya.

“Sudut pandang kuratorial bukanlah satu-satunya cara untuk melihat karya, praktik seniman, dan peristiwa yang menggugah seniman untuk berkarya. Saya tidak sabar untuk mendengar perspektif yang berbeda dari pengunjung yang hadir, juga bertukar cerita dalam kesempatan yang sudah kami tunggu-tunggu dan rencanakan sekian lama,” katanya di Jakarta, Kamis (27/1).

Dr. Stefan Dreyer, Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru menyampaikan, bahwa ini merupakan pameran keempat dan terakhir dalam proyek Collecting Entanglements and Embodied Histories, di mana Goethe- Institut berperan sebagai penghubung dan fasilitator di antara keempat institusi seni yang telah bekerja sama dengan erat untuk mewujudkan program ini.

“Saya harap pameran ‘Para Sekutu…’ dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menikmati dan mengenal karya-karya luar biasa dari koleksi Galeri Nasional Indonesia, Hamburger Bahnhof, MAIIAM Contemporary Art Museum, dan Singapore Art Museum,” ujarnya.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
11 Bahasa Tertua di Dunia, Ada yang Masih Digunakan
GoTo Lepas GoTo Logistics, Bagaimana Nasib GoSend?
BTPN Syariah Bukukan Laba Rp264 miliar di Kuartal I-2024
Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Microsoft Umumkan Investasi Rp27 Triliun di Indonesia