Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
tas hermes termahal
ilustrasi tas hermes termahal (dok. hermes)

Jakarta, FORTUNE - Hermès resmi menyalip LVMH dan menjadi perusahaan barang mewah paling bernilai di Eropa, setelah pemilik Louis Vuitton itu melaporkan kinerja keuangan yang mengecewakan di awal 2025.

Kapitalisasi pasar Hermès tercatat mencapai €248,2 miliar pada Selasa (pukul 11.30 waktu London), melampaui LVMH yang berada di angka €246,8 miliar. Kenaikan ini menempatkan Hermès, pembuat tas ikonik Birkin, sebagai perusahaan mewah paling bernilai di indeks saham utama Prancis, CAC40. Demikian dilaporkan Fortune.com.

Lonjakan Hermès terjadi di tengah merosotnya saham LVMH hingga 8 persen setelah perusahaan yang dipimpin Bernard Arnault tersebut melaporkan penurunan penjualan kuartal pertama sebesar 3 persen pada Senin (21/4). Tahun lalu, total penjualan LVMH turun 2 persen menjadi €84,7 miliar, dengan laba bersih merosot 17 persen dibanding tahun sebelumnya.

Sebagai konglomerat besar yang mencakup berbagai segmen seperti barang kulit, minuman beralkohol, dan kosmetik, LVMH selama ini dianggap sebagai tolok ukur industri barang mewah global. Namun, tekanan ekonomi dan fluktuasi pasar akibat tarif dinilai mempersulit kinerja perusahaan.

CFO LVMH, Cécile Cabanis, menyebut dampak tarif Amerika Serikat masih terbatas. Namun, analis barang mewah dari Bernstein SG, Luca Solca, menulis bahwa hal ini justru "mengecewakan banyak pihak."

Sementara itu, analis Deutsche Bank yang dipimpin Adam Cochrane menyebut, “ketakutan investor besar bahwa pasar AS melambat untuk barang mewah tampaknya tidak terjadi pada kuartal pertama, karena perlambatan di AS sebagian besar disebabkan oleh Sephora dan cognac,” bukan pada segmen mode atau barang kulit yang lebih menguntungkan.

Di sisi lain, Hermès tampil solid. Perusahaan mencatat lonjakan pendapatan 15 persen pada 2024 menjadi €15,2 miliar, di tengah tantangan yang menimpa kompetitor seperti Kering.

Memperkuat strategi bisnis

Ketua eksekutif Hermès, Axel Dumas, menyebut kinerja positif ini berkat model bisnis yang unik dan mutu pengerjaan produk. “Beberapa orang mencoba meniru Hermès, tapi pada akhirnya tidak berhasil,” ujarnya dalam konferensi pada Februari.

Hermès bahkan tidak memiliki departemen pemasaran, tapi tetap mampu menarik konsumen yang bersedia membayar ribuan euro untuk satu produk. Analis dari Jefferies menyebut Hermès sebagai “tempat berlindung relatif yang aman,” dan memperkirakan hasil kuartal pertama yang akan dirilis Kamis mendatang akan “menegaskan ketahanan merek ini di pasar AS.”

Soal isu tarif, Dumas menegaskan tidak akan memindahkan produksi ke AS. “Kami sangat melekat pada lokasi produksi kami saat ini,” ujarnya, dikutip dari Bloomberg. Ia juga menolak perbandingan dengan LVMH, dengan alasan perbedaan karakter produk. “Kami menjual hal yang berbeda,” tegasnya.

Dengan kelangkaan produk dan permintaan yang konsisten, Hermès sukses mempertahankan eksklusivitasnya, sementara LVMH mengandalkan kekuatan dari portofolio merek yang luas. Analis dari Morningstar, Jelena Sokolova, menyebut LVMH sebagai perusahaan dengan “parit ekonomi” yang kuat. “Kami melihat saham ini undervalued—sebuah peluang menarik bagi investor jangka panjang,” katanya.

Editorial Team