Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
ilustrasi jam tangan Rolex (pexels.com/Leef Parks)
ilustrasi jam tangan Rolex (pexels.com/Leef Parks)

Jakarta, FORTUNE - Suasana di industri jam tangan Swiss saat memasuki 2025 diwarnai optimisme, tapi dalam kehati-hatian. Butuh waktu lama bagi para eksekutif yang terlalu bersemangat untuk menyadari bahwa ledakan penjualan pascapandemi bukanlah “kenormalan baru”. Terlalu banyak produk yang beredar di pasar, terutama dari merek-merek yang nilainya meningkat karena dijual berdampingan dengan nama-nama besar yang mendominasi pasar utama dan sekunder: Rolex, Patek Philippe, dan Audemars Piguet.

Ketika gelombang permintaan surut pada 2023 dan 2024, merek-merek itu, meminjam istilah Warren Buffett, “kedapatan berenang tanpa pakaian renang”. Namun semua merek akhirnya beradaptasi terhadap pergeseran permintaan global dari timur ke barat, yang kini didorong oleh kekuatan pasar Amerika Serikat, cukup untuk menutupi pelemahan di pasar besar lama seperti Cina dan Hong Kong.

Suasana di pameran Watches and Wonders pada awal April terasa optimistis bagi produsen dan peritel, hingga akhirnya terguncang oleh pidato Hari Kemerdekaan Presiden Trump yang memicu roller-coaster kebijakan tarif impor. Inilah latar belakang penyusunan Laporan Tahunan Industri Jam Tangan Swiss Deloitte, yang tahun ini diberi subjudul tepat: “Time Under Pressure”.

Laporan ini disusun berdasarkan wawancara dengan 111 eksekutif industri, serta 6.500 konsumen di Swiss, Cina, Prancis, Jerman, Hong Kong, India, Italia, Jepang, Singapura, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat.

Wawancara dilakukan pada Juni dan Juli, tepat sebelum Trump memberlakukan tarif tambahan terhadap jam tangan Swiss, naik dari sekitar 2 persen menjadi 41 persen untuk setiap unit yang masuk ke AS setelah 7 Agustus. Hal itu mungkin menjelaskan nada optimistis dalam laporan Deloitte. Seandainya para eksekutif diwawancarai pada Agustus, hasilnya mungkin lebih berhati-hati, mengingat ketergantungan besar industri pada pasar AS.

“Putaran pertama tarif sudah dibahas lama. Saat kami melakukan survei pada Juni–Juli, tarif 39 persen belum diumumkan. Saat itu, para pemimpin industri berharap tarif bisa normal di kisaran 15 persen. Jadi kenaikan yang diumumkan 31 Juli benar-benar mengejutkan. Tapi banyak yang percaya tarif ini tidak akan bertahan lama,” kata Karine Szegedi, penulis laporan dan pemimpin sektor konsumen serta luxury & fashion Deloitte Swiss.

Dok. Deloitte

Pengaruh tarif Trump, kurs, dan harga emas

Kebijakan tarif Presiden Donald Trump menjadi ancaman besar bagi industri jam tangan Swiss yang baru saja menyesuaikan diri setelah ekspor ke Cina dan Hong Kong anjlok ke level 2016, sementara ekspor ke Amerika Serikat justru melonjak dua kali lipat. Menjelang tenggat tarif, eksportir berpacu dengan waktu. Ekspor ke AS naik 150 persen pada April dan 45 persen pada Juli, yang mempercantik data namun berisiko mengosongkan stok di paruh akhir tahun.

Konsumen Amerika juga bereaksi dengan mempercepat pembelian sebelum harga naik. “Jika tarif ini berlanjut, industri jam tangan Swiss akan semakin bergeser ke segmen mewah. Itu baik bagi kelas atas, tapi sulit bagi merek menengah dan entry-level yang sudah tertekan,” ujar Karine Szegedi, pemimpin sektor luxury & fashion Deloitte Swiss.

Selain tarif, penguatan franc Swiss dan kenaikan harga emas 44 persen turut menekan margin. “Konsumen mulai merasakannya,” kata Szegedi kepada WatchPro. “Banyak yang bertanya, ‘Apakah kita sudah mencapai puncaknya?’ ketika melihat model lama dijual dengan harga makin tinggi.”

Meski tertekan, 61 persen eksekutif masih memprioritaskan peluncuran produk baru. “Bahkan di masa sulit, merek fokus pada kebaruan. Jam baru menggerakkan komunikasi, memberi energi tim, dan menjaga keterlibatan pelanggan. Ini bukan sekadar ekonomi — ini tentang emosi,” tambah Szegedi.

Deloitte mencatat dua pertiga merek dan peritel masih memperoleh kurang dari 10 persen penjualan dari online, dan 74 persen meyakini toko fisik akan tetap dominan lima tahun ke depan. “Covid memang mengubah perilaku. Orang kini membeli jam seharga £10.000 bahkan £200.000 secara online. Tapi mereka tetap merindukan koneksi manusia dan pengalaman langsung,” kata Szegedi.

Pembeli lebih suka berbelanja di toko fisik

Dari sisi konsumen, 60 persen pembeli lebih suka toko fisik, sementara Gen Z dan perempuan kini menjadi motor pertumbuhan baru. “Gen Z merasa toko tradisional itu menakutkan. Mereka ingin pengalaman seru, seperti acara seni, kolaborasi, dan ruang interaktif, bukan resepsi berisi sampanye,” jelas Szegedi.

Inovasi tetap menjadi tumpuan, 29 persen merek berencana menggunakan AI dalam desain produk, naik dari 20 persen dua tahun lalu. “AI membantu efisiensi dan inspirasi, tapi jantung pembuatan jam tetaplah seni. Merek independen mengingatkan kita bahwa gairah, bukan laba, adalah penggerak utama,” tulis laporan Deloitte.

Keberlanjutan juga jadi fokus. 42 persen eksekutif memprioritaskan kemasan daur ulang, sementara 77 persen menilai sumber etis sebagai faktor utama. “Konsumen kini sadar untuk tidak boros sumber daya. Mereka ingin memberi penghargaan pada diri sendiri secara bertanggung jawab,” tulis laporan itu.

Deloitte menyimpulkan, industri jam tangan Swiss akan menghadapi tahun yang berat akibat pelemahan ekonomi global, tarif tinggi, dan franc yang kuat. Namun, daya tarik seni mekanis dan koneksi emosional tetap menjadi kekuatan utama.

“Generasi muda tidak membutuhkan jam tangan. Mereka menginginkannya karena indah, simbolis, dan personal. Koneksi emosional inilah yang akan membawa industri jam tangan Swiss melewati siklus berikutnya,” tutup Szegedi.

Editorial Team