September Effect di Pasar Saham Indonesia

Diperkirakan return IHSG September 2021 akan positif.

September Effect di Pasar Saham Indonesia
Ilustrasi Bursa Saham. (ShutterStock/Frame China)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada awal pekan ini (6/9), menguat 10,21 poin atau 0,17 persen ke posisi 6.137,13. ANTARA News menulis penguatan tersebut mengikuti kenaikan bursa saham regional dan diperkirakan masih terus berpeluang untuk berlanjut pekan ini.

Padahal, pada pekan kedua September biasanya rawan dengan fenomena September Effect. Melansir laman Investopedia, September Effect merupakan sebuah kecenderungan menurunnya tren Indeks Harga Saham Gabungan pada bulan September yang mengakibatkan pengembalian saham bernilai negatif.

Menanggapi hal ini, Lionel Priyadi, analis Macro Strategy and Equity, Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), mengatakan pada September biasanya para pekerja di negara Barat baru kembali dari liburan musim panas dan mulai rebalancing portofolio mereka. “Jadi, September Effect ini musiman saja ya,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Senin (6/9).

Apa itu September Effect?

ShutterStock/AndreyPopov

Lebih dalam mengenai September Effect, Investopedia menjelaskan dalam situsnya bahwa bulan September adalah bulan yang sering dianggap sebagai bulan buruk pagi pasar saham dunia, khususnya Amerika Serikat. Investopedia menuliskan bahwa analisis data pasar yang ada menunjukkan bahwa September adalah satu-satunya bulan dengan pengembalian negatif selama 100 tahun terakhir.

Walau demikian, situasi ini tidaklah berlebihan. Bahkan, September Effect lebih sering dilihat dari sudut pandang historis daripada dampak yang terjadi karena hubungan sebab akibat di pasar saham.

Secara umum, September Effect dianggap terjadi karena beberapa hal, seperti perilaku musiman investor yang mengubah portofolio mereka pada akhir musim panas untuk mendapatkan uang; sebagian besar reksa dana menguangkan kepemilikan mereka untuk memanen kerugian pajak; serta investor individu yang akan melikuidasi saham bulan September untuk mengimbangi biaya sekolah anak-anak.

Mino, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas, menjelaskan bahwa kalau di Indonesia, September effect terjadi karena sentimen pelemahan dari indeks di bursa Wall Street. “Dampaknya ke pasar saham tentunya membuat investor kurang tertarik bertransaksi saham,” katanya.

Ia mengutip data Bloomberg dalam 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa enam kali bulan September membukukan return IHSG negatif dan empat lainnya positif. “Return IHSG secara rata-rata di bulan September adalah minus 1,61 persen,” ucap Mino.

Situasi di pasar Indonesia tahun 2021

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Melihat perkembangan yang terjadi di minggu kedua September, Mino dari Indo Premier pun memperkirakan bahwa return IHSG pada September2021 akan positif. “Mengingat saat ini (Indonesia) dalam proses pemulihan, jadi meskipun ada dampak negatif dari luar, tapi tidak akan berpengaruh banyak,” katanya.

Selaras dengan Mino, Lionel mengungkapkan bahwa skenario trading SSI saat ini berada di kisaran 5.950-6.200. “Kalaupun ada koreksi, masih akan di dalam skenario trading range karena asing sudah tidak dominan dalam perdagangan harian, lebih didominasi ritel,” ujarnya.

Sementara itu, seperti dikutip dari ANTARA News, rilis data inflasi dan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang cenderung baik pun mendorong pergerakan indeks.

Belum lagi, harga komoditas yang menguat dan modal asing yang masih terus masuk. Sektor pajak juga menghadirkan kabar baik karena Pajak Penghasilan (PPH) atas bunga obligasi investor lokal diturunkan dari 15 persen menjadi 10 persen. Kondisi dalam negeri yang relatif kondusif ini pun menjadi sentimen positif.

Meskipun lebih banyak didominasi isu positif, namun, Lionel mengingatkan para investor untuk tetap waspada pada September Effect. “Untuk tahun ini di bulan September masih didominasi isu tapering. Apalagi setelah data pasar tenaga kerja Amerika Serikat pada Agustus jelek. Kemungkinan tapering baru mulai Desember,” tutur Lionel.

Rekomendasi saham untuk mengantisipasi September Effect

ShutterStock/PopTika

Berbicara mengenai strategi dalam rangka mewaspadai September Effect, Lionel merekomendasikan peralihan dari saham teknologi dan digital ke saham big caps. “Proporsinya 10-20 persen digital, 40 persen atau lebih big caps, sisanya bonds atau ORI untuk ritel karena dampak dari kebijakan burden sharing hingga 2022,” katanya.

Menambahkan rekomendasi ini, Fikri Permana, Senior Economist dari SSI, mengatakan sambil menanti efek tapering, para investor sebaiknya memusatkan perhatian pada saham-saham defensif. Pilihan ini khususnya pada sektor perbankan, kesehatan dan obat-obatan, telekomunikasi, serta consumer stapler.

“Pertambangan saya pikir juga masih akan baik ya, utamanya jika perekonomian Tiongkok kembali terakselerasi. Properti saya lihat data tahun ini juga sudah kembali pulih, walau mungkin masih di bawah pre-pandemic level,” ujar Fikri.

Fikri mengimbau para investor untuk tetap berhati-hati dan selalu menyesuaikan portofolio dengan kemungkinan risiko yang dihadapi. “Tidak ada salahnya untuk mengoleksi saham-saham yang terlihat cukup menjanjikan,” tuturnya.

Pada kesempatan yang berbeda, Mino menawarkan strategi buy-on-weakness dengan metode dollar cost averaging. Menurutnya, investor dapat membeli saham yang secara fundamental sudah teruji yang saat ini sedang undervalue dan punya likuiditas tinggi serta prospek yang cerah di masa depan.

“Menjelang akhir tahun, juga ada potensi window dressing, sehingga dengan membeli di bulan September, maka ada potensi capital gain dalam waktu yang tidak terlalu panjang,” ujar Mino.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Saham Anjlok, Problem Starbucks Tak Hanya Aksi Boikot
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M