Badan Pengawas Kripto Global Kemungkinan Diluncurkan Tahun Depan

Regulasi kripto dunia akan diseragamkan. Apa alasannya?

Badan Pengawas Kripto Global Kemungkinan Diluncurkan Tahun Depan
Ilustrasi aset kripto. Shutterstock/Chinnapong
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

London, FORTUNE - Regulator pasar global kemungkinan akan meluncurkan badan bersama pada tahun depan. Ketua Komisi Sekuritas Internasional (IOSCO) Ashley Alder mengisyaratkan, bahwa badan regulasi kripto global mungkin akan diresmikan tahun depan.

Dilansir dari Finbold, Jumat (13/5), Alder menyatakan bahwa tujuan utama badan tersebut adalah untuk mengoordinasikan peraturan sektor kripto yang seragam mengikuti pertumbuhan industri yang signifikan. 

Menurut Alder, regulasi aset digital, Covid-19, dan perubahan iklim merupakan bagian dari tiga wilayah otoritas dengan fokus global.

“Tapi saya pikir sekarang ini dilihat sebagai salah satu dari tiga C (Covid, climate, dan crypto) jadi itu sangat, sangat penting. Itu sudah menjadi agenda, jadi saya tidak berharap itu terjadi pada waktu yang sama tahun depan. Jika Anda melihat risiko yang perlu kita atasi, itu berlipat ganda dan ada dinding kekhawatiran tentang ini (crypto) dalam percakapan di tingkat institusional,” kata Alder.

Dia mengutip keamanan siber, ketahanan operasional, dan kurangnya transparansi di dunia kripto sebagai risiko utama yang luput dari regulator.

Runtuhnya stablecoin

Ilustrasi aset kripto. Shutterstock/Wit Olszewski

Runtuhnya apa yang disebut 'stablecoin' TerraUSD membuat ketua Komite Perbankan Senat pada Rabu (11/5) mendesak anggota parlemen AS untuk memperkuat peraturan kripto, sementara bitcoin juga merosot hampir 20 persen minggu ini.

Sentimen ketua muncul setelah stablecoin TerraUSD runtuh dengan anggota parlemen AS mendorong peraturan sektor yang ketat. 

Di tengah kekhawatiran regulasi, Bitcoin, cryptocurrency peringkat nomor satu, mencatat koreksi besar-besaran setelah kehilangan nilainya hampir 30 persen dalam tujuh hari terakhir. Pada waktu pers, aset digital andalan diperdagangkan pada US$28.300. 

Alder mengatakan kelompok global yang mencoba menyelaraskan aturan kripto jelas diperlukan, menyamakannya dengan berbagai pengaturan yang sudah ada untuk pembiayaan iklim, termasuk satu di bawah kelompok ekonomi terkemuka G20.

“Tidak ada yang seperti itu untuk kripto saat ini,” kata Alder, yang juga CEO Komisi Sekuritas dan Berjangka Hong Kong.

Mengikuti pertumbuhan cryptocurrency yang signifikan, seruan untuk mengatur sektor ini telah meningkat. Namun, kurangnya keselarasan dalam memberlakukan peraturan telah menjadi kemunduran yang signifikan. 

Dalam hal ini, beberapa yurisdiksi telah muncul sebagai crypto-friendly sementara yang lain dipandang sebagai musuh dunia kripto. 

Sebagai informasi, IOSCO sekarang bergabung dengan lembaga global lainnya seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dalam menekankan pentingnya peraturan kripto. Sesuai laporan Finbold sebelumnya , IMF mengidentifikasi regulasi kripto sebagai masalah kritis bagi negara-negara seperti India. Di tempat lain, badan tersebut mencatat peringatan El Salvador tentang konsekuensi ekonomi setelah negara itu melegalkan Bitcoin. 

Dengan kurangnya kerangka regulasi kripto global, IMF merilis kembali pada bulan Desember sebuah pedoman yang diusulkan untuk memfungsikan pendekatan regulasi cryptocurrency global. 

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi