Harga Komoditas Masih Jadi Tantangan UNVR pada Semester II

Pilihannya menekan harga atau menekan margin keuntungan.

Harga Komoditas Masih Jadi Tantangan UNVR pada Semester II
Unilever Indonesia
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, Fortune - Presiden Direktur PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), Ira Noviarti, mengatakan kenaikan harga komoditas pada paruh kedua 2021 masih menjadi tantangan yang dapat menekan kinerja keuangan perseroan.

Pasalnya, hal tersebut membuat harga bahan baku menjadi mahal dan ongkos produksi meningkat. Alhasil, perusahaan harus membuat keputusan berat antara menaikkan harga jual atau menekan margin keuntungan.

"Memang harga komoditas ini akan naik. Yang harus kita cermati adalah bagaimana pada saat kita menaikkan harga, jangan sampai konsumennya enggak happy. Jadi, kita harus lihat apakah ada saving program yang harus kita lakukan," ujarnya dalam wawancara dengan Fortune Indonesia, Jumat (23/7).

Menurut Ira, ada beberapa faktor yang perlu diperhitungkan sebelum memutuskan untuk menaikkan harga jual. Pertama, kekuatan merek atau brand. Kedua, batas kesanggupan masyarakat untuk membeli produk tersebut.

"Kekuatan brand menjadi penting. Karena kalau brand enggak kuat, dan pada saat yang sama harga dinaikkan, brand itu akan kehilangan volumenya. Jadi, saya pikir hal-hal tersebut harus dilihat: the brand strength, and the ability of the consumers to take the price increase," katanya.

Di sisi lain, dia menjelaskan, perusahaan juga perlu merumuskan strategi terkait optimasi biaya dan kualitas melalui, “strategi pembelian atau procurement sehingga tidak terlalu banyak berdampak pada margin”. Dan biasanya, dia menambahkan, “kita akan lihat secara total”.

Sebagai informasi, penjualan bersih Unilever Indonesia sepanjang semester I 2021 tercatat sebesar Rp20,18 triliun atau turun 7,3 persen ketimbang periode yang sama 2020 yang mencapai Rp21,7 triliun.

Kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh masih mendominasi penjualan dengan kontribusi Rp12,49 triliu. Namun, ini tetap lebih rendah 10,71% dibandingkan semester I 2020. Sementara itu, penjualan makanan dan minuman mencapai Rp6,69 triliun, naik tipis 0,33 persen dari Rp6,66 triliun pada periode tahun sebelumnya.

Lesunya penjualan Unilever tersebut menekan laba bersih perusahaan dari Januari hingga Juni 2021 sebesar 15,85 persen yoy menjadi Rp3,05 triliun.

"Pandemi Covid-19 menyebabkan konsumen masih berhati-hati dalam memilih pola konsumsi di beberapa kategori dasar. Berbagai tantangan tersebut tentunya memengaruhi tingkat pertumbuhan dari perseroan," jelas Ira dalam keterangan terpisah.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
11 Bahasa Tertua di Dunia, Ada yang Masih Digunakan
GoTo Lepas GoTo Logistics, Bagaimana Nasib GoSend?
BTPN Syariah Bukukan Laba Rp264 miliar di Kuartal I-2024
Microsoft Umumkan Investasi Rp27 Triliun di Indonesia
Bisnis Otomotif dan Alat Berat Lesu, Laba Bersih Astra Turun 14,3%