Beban Cukai Melambung, Laba GGRM dan HMSP Menyusut

Laba menurun meskipun pendapatan perusahaan tumbuh.

Beban Cukai Melambung, Laba GGRM dan HMSP Menyusut
Ilustrasi pabrik rokok. Shutterstock/bibiphoto
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Laba emiten rokok PT Gudang Garam Tbk dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk kompak terkoreksi pada sembilan bulan pertama tahun ini akibat kenaikan beban perusahaan. 

Gudang Garam hanya menuai laba Rp4,13 triliun, turun 26,8 persen dari Rp5,65 triliun pada periode sama 2020 (year-on-year/yoy). Padahal, perusahaan berkode GGRM itu sanggup menumbuhkan pendapatan 10,4 persen menjadi Rp92,07 triliun. Pencapaian tersebut ditopang produk sigaret kretek mesin (SKM) yang meningkat 11,2 persen menjadi Rp84,57 triliun.

Masalahnya, pada periode yang sama perseroan mencatatkan kenaikan biaya pokok penjualan 16,0 persen menjadi Rp81,67 triliun. Kondisi ini disebabkan kenaikan beban cukai, PPN, dan pajak rokok 19,9 persen menjadi Rp70,17 triliun. Biaya produksi juga naik 7,3 persen.

HM Sampoerna mencatatkan tren sama. Laba perusahaan terpangkas 19,6 persen menjadi Rp5,55 triliun. Padahal, emiten berkode HMSP ini mampu meraih penjualan sebesar Rp72,52 triliun, atau tumbuh 7,0 persen secara tahunan. Beban pokok penjualan juga melejit 11,7 persen menjadi Rp59,78 triliun. Beban cukai mencapai Rp40,64 triliun atau tumbuh 3,8 persen secara tahunan.

Raihan laba GGRM maupun HMSP juga terus menjauh dari era sebelum pandemi. Pada Januari–September 2019, GGRM masih sanggup meraih laba Rp7,2 triliun. Sedangkan, laba HMSP di kurun sama mencapai Rp10,2 triliun.

Sulit efisiensi

Pengamat pasar modal Asosiasi Analis Efek Indonesia (Aaei), Reza Priyambada, berpendapat kinerja emiten rokok sedemikian mengindikasikan bahwa mereka belum sanggup lepas dari beban terutama cukai (dan tenaga kerja). Menurutnya, beban tersebut memang masih sulit untuk efisiensi.

Dia mengatakan, beban cukai dan SDM tentu akan membesar jika produksi rokoknya juga naik. Belum lagi ditambah dengan biaya-biaya lain seperti operasional dan transportasi.

“Walaupun nanti beban itu akan dikompensasikan ke harga jual rokok, tapi itu juga menjadi persoalan buat emiten ini. Karena ini kaitannya dengan tingkat permintaan,” kata Reza kepada Fortune Indonesia, Senin (1/11).

Dia pun menambahkan, ke depan prospek saham maupun kinerja perusahaan ini akan bergantung kepada sejumlah sentimen terutama isu kenaikan cukai. Pelaku pasar, kata dia, tentu akan melihat bagaimana sentimen tersebut berdampak pada kinerja keuangan perusahaan.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham GGRM pada saat berita ini ditulis Rp34 ribu per saham, atau turun 16,1 persen secara tahunan. Sedangkan, harga saham HMSP dalam setahun terakhir melemah 26,3 persen menjadi Rp1.035 per saham.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Maret 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

17 Film Termahal di Dunia, Memiliki Nilai yang Fantastis
Ada Modus Bobol Akun Bank via WhatsApp, Begini Cara Mitigasinya
Bea Cukai Kembali Jadi Samsak Kritik Warganet, Ini Respons Sri Mulyani
Rumah Tapak Diminati, Grup Lippo (LPCK) Raup Marketing Sales Rp325 M
Bahlil: Apple Belum Tindak Lanjuti Investasi di Indonesia
Stanchart: Kemenangan Prabowo Tak Serta Merta Tingkatkan Investasi