Harga Kripto Merosot, Analis: Bakal Lebih Menyakitkan Ke Depannya

Harga Bitcoin bisa mencapai US$30 ribu tahun ini.

Harga Kripto Merosot, Analis: Bakal Lebih Menyakitkan Ke Depannya
Ilustrasi mata uang kripto. (Pixabay/amhnasim)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Awal 2022 mungkin menjadi ujian ketahanan bagi sejumlah pemilik aset kripto. Sejumlah mata uang kripto utama, seperti Bitcoin dan Ethereum, kompak terjun bebas pada perdagangan awal tahun ini.

Menurut data dari coinmarketcap, harga Bitcoin pada perdagangan Senin (24/1) mencapai US$36.654 atau sekitar Rp522,32 juta. Padahal, pada bulan sebelumnya harga aset kripto tersebut masih US$50.822, atau terjadi penurunan hingga 27,9 persen secara bulanan (month-to-month/mtm).

Harga aset kripto itu juga terkoreksi dari rekor tertingginya yang hampir US$68.000 pada November tahun lalu. Seiring kontraksi, kapitalisasi pasar aset sama diperkirakan menciut. Saat ini, kapitalisasi pasar Bitcoin US$694,19 miliar atau sekitar Rp9.892,3 triliu. Pada puncaknya, market cap Bitcoin pernah mencapai US$1,27 triliun.

Namun, harga Bitcoin masih lebih baik dari tahun lalu. Menurut data sama, Bitcoin tumbuh 13,5 persen dari US$32.289 pada periode sama 2021 (year-on-year/yoy).

Harga Ethereum juga turun, mencapai 39,7 persen secara bulanan pada US$2.400 atau sekitar Rp34,77 juta dari US$4.047. Namun, secara setahunan harga Ethereum masih naik 75,4 persen dari sebelumnya yang mencapai US$1.391.

Masalah kepercayaan investor

Penurunan besar kripto seperti Bitcoin tentu tidak mengejutkan bagi investor jangka panjang. Fortune.com (25/1) mewartakan bahwa Jeff Dorman, kepala investasi di perusahaan investasi kripto Arca, mengatakan terdapat sinyal memudarnya kepercayaan terhadap aset digital tersebut.

“Ada arus keluar,” kata Dorman. “Tentu saja ada sedikit pendinginan dalam hal minat Bitcoin secara khusus.”

Edward Moya, analis pasar senior di Oanda, berpendapat penurunan harga kripto ditengarai akibat kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed). Sebab, The Fed salah membaca situasi inflasi AS saat ini, dan lalu memperketat kebijakannya secara agresif, sehingga membuat imbal hasil obligasi AS naik.

“Itu tidak baik untuk aset berisiko seperti Bitcoin,” ujarnya. Dia menambahkan, faktor diversifikasi juga menjadi faktor kemerosotan Bitcoin. Moya menunjuk beberapa koin kripto yang tengah populer, seperti Solana, Polkadot, dan Cardano. Di samping itu, krisis energi global dan ancaman Rusia untuk melarang penggunaan dan penambangan Bitcoin juga mungkin "memperumit upaya Bitcoin untuk stabil.”

Kepada The Washington Post, Matt Maley, kepala strategi pasar untuk Miller Tabak + Co., mengatakan Bitcoin dan kripto lainnya tersapu dalam hiruk-pikuk optimisme investor ketika The Fed meluncurkan intervensi darurat untuk menopang ekonomi yang terdampak pandemi.

"Sudah menjadi sifat manusia untuk berpikir, 'Saya menghasilkan uang, oleh karena itu saya sangat pintar dan hal ini akan terus meningkat,'" katanya. "Mereka benar, tetapi tidak sebenar yang mereka kira."

Dia masih percaya Bitcoin akan membuktikan diri sebagai semacam emas bagi generasi berikutnya. Namun, investor butuh waktu untuk mempercayai keamanannya.

Harga diproyeksi masih akan bergejolak

Para analis memperkirakan harga kripto masih akan menantang ke depannya lantaran terusik sejumlah sentimen. Edward Moya dari Oanda menyebut kemungkinan harga akan tetap bergejolak dalam beberapa bulan ke depan.

Bitcoin, katanya, kemungkinan akan diperdagangkan pada kisaran US$35.000 hingga US$50.000 selama kuartal pertama tahun ini. Setelahnya, ia mengharapkan kripto bakal lebih stabil—terlebih usai The Fed menaikkan suku bunga acuan untuk kedua kalinya. Moya memperkirakan Bitcoin akan menyentuh US$60.000 pada akhir 2022.

Akan hal Ethereum, dia memandang aset digital itu harus pulih dan diperdagangkan di atas US$4000 pada 2022. Namun, Moya memperkirakan aset tersebut takkan mencapai US$5000 dengan mudah tersebab kehilangan pasar di aset non-fungible token/NFT.

Yugi Hasegawa, analis pasar kripto di bursa kripto Jepang Bitbank, memperkirakan potensi Bitcoin menyentuh US$28.000, harga terendahnya pada 2021. Meski begitu, ia tetap meramalkan pemulihan Bitcoin pada akhir tahun dengan rentang nilai perdagangan US$60.000 hingga US$80.000.

Kevin Kelly, kepala pasar dan makro di firma riset kripto Delpgi Digital, berpendapat level kunci Bitcoin berkisar US$35.600 hingga US$37.200 dengan support US$34.000. Kelly tak menampik jika harga bisa turun ke kisaran bawah US$30.000 terutama jika sentimen terus memburuk.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M