ILO: Kondisi Pasar Tenaga Kerja Masih Buruk, Belum Pulih Cepat

Terjadi ketimpangan jam kerja antara negara kaya dan miskin.

ILO: Kondisi Pasar Tenaga Kerja Masih Buruk, Belum Pulih Cepat
Pekerja membongkar muat peti kemas di IPC Terminal Peti Kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (26/10/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Dampak pandemi COVID-19 ke pasar tenaga kerja global ternyata jauh lebih buruk. Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperingatkan bahwa jam kerja global tahun ini belum akan pulih ke era sebelum krisis kesehatan.

Pada 2021, ILO memproyeksikan jam kerja global hanya akan mencapai 4,3 persen di bawah level sebelum pandemi. Ini setara 125 juta jam pekerjaan penuh waktu (full time). Prediksi ini lebih buruk dari 3,5 persen yang tercatat sebelumnya atau 100 juta jam pekerjaan full time.

“Pemulihan pasar tenaga kerja terhenti. Risiko penurunan akan muncul termasuk kesenjangan antara ekonomi maju dan berkembang,” kata Direktur Jenderal ILO, Guy Ryder, dalam keterangan pers dikutip Jumat (29/10).

Menurut ILO, total waktu kerja di negara-negara berpenghasilan tinggi pada Juli-September tahun ini 3,6 persen lebih rendah dari sebelum pandemi; waktu kerja di negara berpenghasilan rendah 5,7 persen; dan di negara berpenghasilan menengah 7,3 persen.

Kesenjangan juga terjadi jika ditinjau secara wilayah. ILO menyebut Eropa dan Asia Tengah mengalami kehilangan jam kerja terkecil. Setelahnya diikuti Asia Pasifik, Afrika, Amerika Serikat, dan negara-negara Arab.

Seiring kesenjangan jam kerja akibat wabah, ada masalah pula di tingkat produktivitas. ILO mengukur tingkat produktivitas negara maju dan berkembang melebar dari 17,5:1 menjadi 18:1. Kesenjangan ini secara riil tertinggi sejak 2005.

Ketimpangan vaksin dan stimulus

Ryder memperkirakan bahwa kesenjangan jam kerja ini terjadi terutama akibat distribusi vaksin COVID-19 yang tidak merata antar negara. Hal yang sama juga muncul pada pemberian stimulus fiskal.

Sebagai gambaran, berdasarkan Our World in Data, negara dengan tingkat vaksinasi penuh tertinggi berbanding total penduduk adalah Portugal (87,2 persen), Uni Emirat Arab (86,2 persen), Singapura (79,7 persen), dan Amerika Serikat (56,8 persen).

“Ketidakseimbangan ini dapat diatasi dengan cepat dan efektif melalui solidaritas global yang lebih besar untuk vaksin. ILO memperkirakan bahwa jika negara-negara berpenghasilan rendah memiliki akses yang lebih adil terhadap vaksin, pemulihan jam kerja akan mengejar negara ekonomi maju,” katanya.

Menurut ILO, secara global kerugian jam kerja (tanpa vaksin) akan mencapai 6,0 persen pada kuartal II-2021, lebih tinggi dari 4,8 persen seturut taksiran ILO. 

Untuk stimulus fiskal, sekitar 86 persen dari kebijakan tersebut masih terkonsentrasi di negara-negara berpenghasilan tinggi. Padahal, data menunjukkan pada masa sebelum pandemi, setiap peningkatan stimulus sebesar 1 persen dari PDB bisa meningkatkan jam kerja tahunan sebesar 0,3 poin.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

IDN Media Channels

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Microsoft Umumkan Investasi Rp27 Triliun di Indonesia
Laba PTRO Q1-2024 Amblas 94,4% Jadi US$163 Ribu, Ini Penyebabnya
Waspada IHSG Balik Arah ke Zona Merah Pascalibur
Laba Q1-2024 PTBA Menyusut 31,9 Persen Menjadi Rp790,9 Miliar
Laba Q1-2024 Antam Tergerus 85,66 Persen Menjadi Rp238,37 Miliar