WTO: Perdagangan Dunia Lampaui Ekspektasi, Tantangan Berat Menanti

Pemulihan perdagangan tidak akan merata di sejumlah negara.

WTO: Perdagangan Dunia Lampaui Ekspektasi, Tantangan Berat Menanti
Ilustrasi Kegiatan Ekspor Impor. (ShutterStock/WeerasakSaeku)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan bahwa pemulihan ekonomi global dari dampak pandemi Covid-19 telah meningkatkan volume perdagangan dunia bahkan melampaui ekspektasi. Namun, laju pemulihan perdagangan ini masih akan menemui sejumlah tantangan sehingga tidak akan merata di pelbagai negara maupun kawasan ekonomi.

WTO memproyeksikan pada tahun ini volume perdagangan global akan tumbuh sekitar 10,8 persen. Angka tersebut naik dari perkiraan sebelumnya yang hanya mencapai 8,0 persen. Namun, menurut WTO, volume perdagangan dunia akan melambat pada tahun depan dengan hanya tumbuh 4,7 persen.

“Perdagangan telah menjadi alat penting dalam memerangi pandemi. Dan pertumbuhan yang kuat ini menggarisbawahi betapa pentingnya perdagangan dalam menopang pemulihan ekonomi global,” kata Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iwala dalam siaran pers seperti dikutip, Rabu (6/10).

Tingkat pertumbuhan volume perdagangan global 2021 yang tinggi ini utamanya disebabkan faktor basis pertumbuhan yang lebih rendah (low-base effect) dari tahun sebelumnya. Menurut WTO, pertumbuhan volume perdagangan pada kuartal kedua 2021 ini akan mencapai 22,0 persen, namun melambat pada kuartal ketiga dan keempat masing-masing 10,9 persen dan 6,6 persen.

Sejumlah tantangan

Grafis perdagangan barang dunia/WTO

Meski disinyalir sudah melampaui ekspektasi, pertumbuhan perdagangan dunia masih dikategorikan moderat. Sebab, secara jangka panjang posisi perdagangan itu masih akan mendekati level sebelum era krisis pandemi.

Menurut WTO, saat ini terdapat sejumlah tantangan bagi perdangan dunia untuk terus melaju, antara lain: krisis cip semikonduktor dan penumpukan kontainer di berbagai pelabuhan. Masalah-masalah tersebut dapat menghambat sisi suplai meskipun aspek permintaan sudah tumbuh secara cepat.

Namun, risiko utamanya tetap datang dari faktor krisis kesehatan akibat pandemi virus corona. Faktor ini yang bisa membuat pemulihan perdagangan antar negara akan timpang – meskipun secara agregat di tingkat global bertumbuh.

“Akses yang tidak adil terhadap vaksin memperburuk divergensi ekonomi wilayah,” kata Ngozi. “Semakin lama ketidaksetaraan vaksin dibiarkan, semakin besar kemungkinan varian Covid-19 yang lebih berbahaya akan muncul dan menghambat kemajuan kesehatan dan ekonomi yang telah kita buat saat ini.

Menurut WTO, negara atau kawasan ekonomi yang pemulihan perdagangannya akan relatif lambat ini, antara lain: Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Selatan. Sejumlah wilayah itu akan menghadapi tantangan baik dari sisi ekspor maupun impor.

WTO menambahkan, sampai akhir tahun depan nanti, hanya sejumlah kawasan ekonomi yang akan memiliki nilai ekspor maupun impor yang lebih tinggi dari era sebelum pandemi (2019) . Pada sisi ekspor, misalnya, negara-negara Asia akan tumbuh 18,8 persen dari 2019, Amerika Utara (8,0 persen), Eropa (7,8 persen), Amerika Selatan 4,8 persen, Timur Tengah 2,9 persen, dan Afrika 1,9 persen.

Sementara dari sisi impor, Asia kembali akan menjadi yang tertinggi dengan tumbuh 14,2 persen dari 2019. Kemudian, di periode yang sama, impor Amerika Utara meningkat 11,9 persen, Amerika Selatan dan Tengah 10,8 persen, Eropa 9,4 persen, Afrika 8,2 persen, dan Timur Tengah 5,4 persen.

Surplus perdagangan terbesar RI

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

Indonesia juga tengah meraih perbaikan kinerja perdagangan dengan jumlah surplus neraca ekspor-impor yang melejit sepanjang tahun ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus lalu surplus perdagangan mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah mencapai US$4,74 miliar.

Secara kumulatif, pada Januari-Agustus ini, surplus perdagangan mencapai US19,17 miliar. Angka ini tumbuh 74,9 persen dari periode yang sama 2020 (year-on-year/yoy) mencapai US$10,96 milar.

Surplus itu tercipta akibat kenaikan ekspor yang lebih tinggi dibandingkan impor. Menurut catatan BPS, ekspor di periode yang sama secara kumulatif tumbuh 37,77 persen menjadi US$142,01 miliar.

Impor juga tumbuh namun lebih rendah sekitar 33,36 persen menjadi US$122,83 miliar. Kenaikan impor pada sepanjang tahun ini mengindikasikan kondisi industri dalam negeri yang tengah ekspansif serta lebih baik daripada tahun lalu.

Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, dalam konferensi pers Jumat (17/9) lalu mengatakan, penguatan kinerja ekspor serta impor hingga Agustus 2021 mengindikasikan pemulihan perekonomian Indonesia terjadi dengan baik.

“Pada periode Januari hingga Agustus 2021, ekspor dan impor Indonesia sama-sama mencetak pertumbuhan yang signifikan,” kata Lutfi seperti dikutip dari Antara. “Jadi, penguatan kinerja ekspor dan impor ini menjadi indikasi bahwa telah terjadi pemulihan ekonomi Indonesia secara baik.”

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan