Analis Perkirakan BI Naikkan Suku Bunga di Semester 2, Ini Penyebabnya

Skenario itu bisa terjadi jika inflasi inti naik.

Analis Perkirakan BI Naikkan Suku Bunga di Semester 2, Ini Penyebabnya
Ilustrasi Bank Indonesia/ Shutterstock Harismoyo
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Bank Indonesia diperkirakan mulai meningkatkan suku bunga papada semester II 2022. Analis Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto mengatakan, pertumbuhan ekonomi nasional bakal meningkat pada periode tersebut hingga akhirnya akan mengerek naik inflasi inti dari posisi saat ini.

“Kami juga memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga kebijakannya, baik di kuartal ketiga 2022 maupun kuartal keempat 2022 sebesar 25 bps menjadi 4,0%,” jelasnya dalam riset, Senin (4/7).

Berdasarkan data BI, inflasi inti per Juni berada di level 2,6 persen (YoY), hampir tak berubah dalam tiga bulan terakhir. Secara bulanan, inflasi inti pun masih stabil di 0,2 persen. Selain itu, kontribusi inflasi inti turn menjadi 0,1 persen (dari 0,2 persen pada Mei 2022).

Kontributor terbesar dari inflasi inti bulan Juni berasal dari perabotan, peralatan rumah tangga, pemeliharaan rutin rumah tangga, seperti sabun deterjen dan upah pembantu rumah tunggu.

“Inflasi inti akan menjadi pendorong utama arah kebijakan moneter. Mengingat inflasi inti yang stabil, kami masih percaya BI akan mempertahankan suku bunganya tidak berubah selama Rapat Dewan Gubernur Juli 2022,” imbuh Rully.

Langkah BI saat ini

Shutterstock/Mezario

Sebelumnya, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 3,5 persen. Namun demikian, bank sentral akan terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah serta tim pengendalian inflasi nasional dan daerah, guna mengelola tekanan inflasi di sisi penawaran dan mendongkrak produksi.

BI juga telah merevisi proyeksi inflasi 2022 menjadi 4,5–5,5 persen. Sebelumnya,  bank sentral telah memprediksi besaran inflasi di level 4,2 persen.

Alhasil, BI akan terus melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan GWM saat ini, dari 6,0 persen menjadi 7,5 persen pada Juli 2022. Lalu berlanjut lagi menjadi 9,0 persen pada September 2022.

“Sesuai dengan target menjaga stabilitas harga dan mata uang, serta mendukung pemulihan ekonomi,” kata Rully.

Karena proses normalisasi moneter, jumlah uang beredar pun melambat per akhir Mei 2022. Selain itu, pertumbuhan likuiditas perekonomian atau uang bereda dalam arti luas (M2) dan uang beredar dalam arti sempit (M1) juga melambat menjadi 12,1 persen dan 23,7 persen (YoY).

Ia menambahkan, “Normalisasi yang lebih agresif lewat GWM yang lebih tinggi berpotensi akan menghasilkan pertumbuhan M2 dan M1 yang lebih rendah di bulan-bulan berikutnya.”

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M