Kripto Dilabeli Haram, Pelaku Industri Buka Suara

PWNU Jatim memfatwa haram aset kripto.

Kripto Dilabeli Haram, Pelaku Industri Buka Suara
Shutterstock/Tarasenko Andrey
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim) mantap memfatwa haram cryptocurrency setelah menggelar Bahtsul Masail, forum berdialog antara para ahli keilmuwan fikih pesantren yang berhubungan dengan NU.

Hasil pertemuan itu menyatakan kripto haram digunakan sebagai alat pembayaran ataupun komoditas. Sebab, ada sejumlah hal yang berpeluang menafikan keabsahan transaksi, salah satunya penipuan, demikian keterangan Kiai Azizi Chasbullah yang menjadi mushahih pada forum dimaksud. 

PWNU Jatim menilai kripto lebih banyak mengandung unsur spekulatif dan tak terukur sehingga mirip dengan berjudi. “Meski telah diakui oleh pemerintah sebagai bahan komoditas, tetap tak bisa dilegalkan secara syariat,” ujarnya dikutip dari laman NU Online Jawa Timur, Jumat (29/10).

Lantas, bagaimana para pelaku industri memandang keputusan tersebut? Simak ulasan berikut.

1. Kripto Memiliki Manfaat

Dalam forum diskusi NU Jatim, para peserta memandang kripto tak bermanfaat sesuai syariat. Menanggapi itu, CEO Indodax Oscar Darmawan berpendapat sebaliknya.

Menurutnya, selain menghidupi para trader—yang berjumlah 4 juta di Indodax—aset kripto pun digunakan untuk donasi. “Bahkan di Inggris, masjid ada yang menerima zakat menggunakan kripto,” katanya melalui pesan tertulis kepada Fortune Indonesia, Jumat (29/10).

Dia pun memaklumi adanya perbedaan pendapat mengenai hukum halal-haram kripto, sebab aset itu terbilang baru. Sebelumnya, hukum perdagangan kripto dinyatakan halal dalam Bahtsul Masail pada Juni 2021. Diskusi itu melibatkan pelaku industri, Bappebti, dan para ahli fikih.

“Jadi, saya masih akan terus memantau ke depannya akan seperti apa? Terlebih akan ada diskusi grup yang akan diselenggarakan beberapa waktu mendatang,” imbuhnya lagi.

2. Tak Relevan dengan Adopsi Kripto di Indonesia

Menurut Co-Founder CryptoWatch, Christopher Tahir, fatwa haram PWNU Jatim tak relevan dengan adopsi kripto di Indonesia. Karena organisasi masyarakat itu mengharamkan kripto sebagai alat transaksi. Sementara di Indonesia, kripto hanya diperdagangkan sebagai komoditas.

“Menurut saya, keputusannya tak akan berpengaruh kepada adopsi aset kripto di Indonesia juga,” katanya kepada Fortune Indonesia, Jumat (29/10).

3. Kripto Bersifat Terukur

Mengenai unsur spekulasi dalam dunia kripto, COO Tokocrypto, Teguh Kurniawan Harmanda, mengatakan itu bergantung pada investornya—bukan pada komoditasnya. “Jadi jangan disamaratakan, karena pada kenyataannya kripto bisa terukur sesuai dengan kategori yang diinvestasikan, ya,” ujarnya.

Untuk itu, diperlukan analisis lebih mendalam sebelum memutuskan halal-haramnya kripto, menurut Founder & CEO Bitocto Milken Jonathan. Tidak bisa hanya berbasis pandangan spekulatif, lanjutnya.

Terlebih, ada aset kripto yang memiliki utilitas untuk menyokong teknologi yang lebih baik. Dia menambahkan, “itu pun bisa menjadi sebagai tolak ukur secara fundamental dan memberikan nilai terhadap aset kripto tersebut untuk layak di investasikan.”

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan