Jakarta, FORTUNE - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BBRI mencatat lonjakan laba bersih sebesar 78,13 persen jadi Rp12,22 triliun pada kuartal pertama 2022. Torehan iini merupakan pertumbuhan terkuat di antara bank raksasa yang sudah mengungkapkan kinerjanya awal tahun ini.
Sebagai perbandingan, laba bersih PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) naik 63,2 persen (YoY) menjadi Rp3,96 triliun. Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) membukukan laba bersih Rp8,1 triliun; naik 14,6 persen (YoY). Ada pula PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang meraih laba bersih sebesar Rp774 miliar pada triwulan pertama 2022, naik 23,89 persen (YoY).
“BBRI adalah satu-satunya bank beasr yang membukukan laba bersih kuartal pertama 2022 yang sangat kuat, mengalahkan ekspektasi konsensus. Laba kuartal awal BBCA dan BBNI sejalan dengan konsensus,” ujar Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Hariyanto Wijaya, Rabu (27/4), dalam riset tertulis.
Berkaca dari kinerja di tiga bulan pertama 2022, bagaimana prospek BBRI hingga penghujung tahun nanti?
BBRI bakal cetak aset yield lebih tinggi
Analis Mirae Asset Sekuritas, Handiman Soetoyo memandang, ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Indonesia seharusnya hanya membawa dampak negatif kecil bagi BBRI.
Pertama, struktur deposit BBRI yang lebih baik, dengan proporsi CASA (currenct account and saving account) di level 63,6 persen. Kedua, rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit/LDR ratio) yang likuid (87 persen) dibanding level normal, yakni 90–92 persen.
Terakhir, karena suku bunga KUR yang disubsidi oleh pemerintah sehingga dapat menjaga kemampuan bayar nasabah sekaligus mempertahankan kualitas aset.
“Ke depannya, menurut kami, BBRI dapat menikmati aset yield yang lebih tinggi karena fokusnya untuk menumbuhkan kredit mikro, termasuk segemn KUR dan ultra mikro,” ujar Handiman.
BBRI diproyeksi bisa raih target pertumbuhan kredit
Pada 2022, BBRI menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 9–11 persen (YoY) dengan Net Interest Margin (NIM) senilai 7,6–7,8 persen. Analis BRI Danareksa Sekuritas, Eka Savitri mengatakan, “Menurut pandangan kami, hal itu seharusnya dapat dicapai mengingat pemulihan ekonomi dan dampak konsolidasi penuh Pegadaian dan PNM.”
Bank pelat merah ini juga ingin menekan cost of fund (CoF) di Pegadaian dan PNM, meskipun di tengah ekspektasi kenaikan suku bunga BI sebesar 50 bps pada paruh kedua 2022. Pada triwulan pertama 2022 ini, CoF Pegadaian dan PNM masing-masing mencapai 5 persen dan sedikit di bawah 9 persen.
“Sepanjang 2022, BBRI telah memberikan panduan kenaikan CoF blended konsolidasi menjadi 2,1 persen; dengan 5,2 persen di Pegadaian dan CoF maksimum 9 persen di PNM,” jelas Eka.
Digitalisasi Pegadaian dan PNM
Manajemen BBRI yakin proses bisnis di Pegadaian dan PNM bisa ditingkatkan melalui inisiasi dan praktik digitalisasi perseroan saat ini. Dus, langkah itu diharap bisa mendongkrak peringkat kredit PNM dan Pegadaian pada obligasi dan surat berharga lain.
Eka mengatakan, “hal itu seharusnya tercermin dalam biaya pendanaan yang lebih rendah di masa depan.”
Sebagai informasi, saat ini peminjam PNM mencapai 11,7 juta; sedangkan Pegadaian 15,8 juta. Itu dapat menjadi cara mudah BBRI menawarkan cross-selling produk mikro, sehingga akan menjadi generator pendapatan berbasis biaya ke depannya.
Selain itu, BBRI pun ingin meningkatkan 60 ribu agen BRILink dari grup pemimpin yang PNM tunjuk. Hal itu semestinya menguntungkan kedua pihak, karena akan mencetak pendapatan tambahan dari tiap transaksi yang dilakukan lewat layanan agen BRILink.
Mirae Asset menetapkan target harga di level 5.450 untuk BBRI, berdasarkan target price-to-book (P/B) 2,5 kali. Sementara itu, per Rabu pukul 13.36 WIB, saham BBRI telah terkoreksi 1,42 persen ke level 4.870.