Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-03-25 at 11.14.24.jpeg
Direktur PT Buma International Group Tbk (DOID) Iwan Fuad Salim saat bercerita mengenai perkembangan perseroan terkini ditemui di Jakarta, Senin (24/3). (Eko Wahyudi/Fortune Indonesia)

Intinya sih...

  • PT Buma International Group Tbk (DOID) mencari sumber pertumbuhan baru dengan menyeimbangkan pendapatan dari bisnis batu bara termal dan non-termal.

  • DOID mengakuisisi 29Metals Limited, Asiamet Resources Limited, dan saham Dawson Complex di Australia untuk memperkuat portofolio non-termal.

  • Langkah diversifikasi ini bertujuan sebagai mitigasi risiko fluktuasi harga batu bara termal dan coking coal serta untuk menjaga kinerja terbaik perusahaan.

Jakarta, FORTUNE - PT Buma International Group Tbk (DOID) menunjukkan ambisi besar untuk mentransformasi bisnisnya. Perusahaan pertambangan ini tak lagi ingin sepenuhnya bergantung pada bisnis batu bara termal, dan kini secara agresif mengejar sumber-sumber pertumbuhan baru dengan menargetkan 50 persen pendapatannya berasal dari sektor non-termal pada 2028.

Direktur DOID, Iwan Fuad Salim, menjelaskan langkah diversifikasi ini merupakan strategi menyeimbangkan profil risiko perusahaan, yang selama ini masih didominasi oleh bisnis batu bara termal.

“Indonesia masih sangat bergantung pada batu bara termal. Namun, profil risiko bisnis ini berbeda dibandingkan non-termal. Oleh karena itu, kami berusaha untuk menjaga keseimbangan,” kata Iwan saat ditemui di Jakarta, Senin (24/3).

Untuk mencapai target ambisius tersebut, DOID telah mengambil sejumlah langkah nyata melalui akuisisi strategis. Perusahaan telah mengakuisisi 29Metals Limited dan menanamkan investasi pada Asiamet Resources Limited sebagai upaya memperkuat portofolio bisnis non-termalnya.

Selain itu, akuisisi saham Dawson Complex di Australia, yang merupakan tambang batu bara kokas (coking coal), juga menjadi bagian penting dari strategi diversifikasi pendapatan DOID. Nilai akuisisi tambang ini diusulkan mencapai US$455 juta, yang terdiri dari US$355 juta sebagai uang muka dan US$100 juta dalam bentuk tunai yang akan dibayarkan secara bertahap selama empat tahun. Aksi korporasi ini direncanakan akan rampung pada Mei 2025.

“Diversifikasi ini bukan sekadar formalitas, melainkan strategi yang sudah dirancang matang. Akuisisi Dawson Complex di Australia dan Atlantic Carbon Group Inc di Amerika Serikat adalah bagian dari upaya untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan,” kata Iwan.

Langkah memitigasi risiko fluktuasi harga

DOID juga akan terus aktif mencari aset-aset potensial yang dapat memanfaatkan pengalaman dan keahlian perusahaan, baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai kontraktor batu bara terbesar kedua di Indonesia dan Australia, DOID memiliki keunggulan kompetitif dalam mengelola aset-aset baru sebagai pemilik tambang di masa depan.

Iwan menekankan diversifikasi ini juga berfungsi sebagai langkah mitigasi risiko yang cerdas. Jika harga batu bara termal mengalami tekanan, bisnis batu bara kokas atau sektor non-termal lainnya dapat menjadi penyeimbang dan menopang kinerja keuangan perusahaan.

“Pergerakan harga batu bara cenderung berlawanan antara termal dan coking coal. Jika salah satu tertekan, yang lain bisa menjadi sumber keuntungan,” ujarnya.

Kendati demikian, Iwan juga mengingatkan bahwa perseroan akan selalu berhati-hati dan cermat dalam melakukan setiap aksi korporasi, termasuk akuisisi.

Dari sisi keuangan, DOID optimistis ekspansi ini dapat berjalan lancar selama perusahaan mampu menjaga kinerja terbaiknya.

Laporan keuangannya hingga kuartal III-2024 menunjukkan adanya rugi US$13,96 juta atau sekitar Rp211,43 miliar.

Posisi itu berbanding terbalik dari raihan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencetak laba bersih US$21,66 juta atau sekitar Rp328,05 miliar.

Dari segi pendapatan, perseroan mengantongi US$1,34 miliar atau setara Rp20,43 triliun sepanjang sembilan bulan pertama 2024. Posisi itu lebih rendah 1,05 persen dari pendapatan pada periode yang sama tahun sebelumnya pada US$1,36 miliar atau setara dengan Rp20,64 triliun.


 

Editorial Team