Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ketidakpastian Ekonomi (rri.co.id)
Ketidakpastian Ekonomi (rri.co.id)

Intinya sih...

  • Ciptadana Sekuritas memproyeksikan kinerja pasar modal Indonesia akan menghadapi tekanan hingga kuartal kedua 2025.

  • Rebound IHSG saat ini dipengaruhi oleh laporan keuangan emiten yang positif, namun kondisi makroekonomi domestik belum menunjukkan pemulihan.

  • Kendati demikian, pentingnya peran kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas pasar serta persoalan ketidakseimbangan fiskal juga semakin nyata.

Jakarta, FORTUNE - Ciptadana Sekuritas memproyeksikan kinerja pasar modal Indonesia masih akan menghadapi tekanan hingga kuartal II 2025. Hal ini disebabkan oleh tingginya ketidakpastian ekonomi yang belum mereda, ditambah dengan sejumlah tantangan makroekonomi yang dinilai membebani laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Seperti diketahui, sejak Januari sampai April 2025, IHSG terus mengalami guncangan, bahkan pada 9 April 2025 IHSG anjlok hingga menyentuh level 5.967,99.

Saat ini pada sesi perdagangan pukul 11.37 WIB, IHSG kembali rebound ke level 6.850,20. Kendati demikian sepanjang tahun berjalan IHSG masih merah.

Presiden Director Ciptadana Sekuritas, John Herry Teja menilai rebound IHSG saat ini dipengaruhi oleh laporan keuangan emiten yang positif. Menurutnya, sektor perbankan menjadi motor utama penguatan indeks, ditambah lagi dengan semarak pembagian dividen.

Kendati demikian, kondisi makroekonomi domestik belum menunjukkan pemulihan. Ia menyoroti bahwa pada triwulan pertama 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tercatat sebesar 4,87 persen, atau lebih rendah dari konsensus pasar sebesar 4,91 persen. Penerimaan pajak juga mengalami kontraksi yang cukup tajam, yakni turun 18,1 persen secara tahunan menjadi Rp322,6 triliun.

"Mungkin kalau dengan turun BI rate di kuartal ke-2 sebesar 25 basis poin, dan kuartal ke-3 turun 25 basis poin, itu paling tidak bisa menjadi bumper untuk IHSG ya," kata John kepada wartawan, Kamis (8/9).

Di samping potensi pemangkasan suku bunga, kebijakan pemerintah juga ikut berperan dalam menentukan dan menjaga stabilitas pasar. Keberhasilan pemulihan sangat bergantung pada seberapa efektif pemerintah dalam mengeksekusi kebijakan, serta kemampuan untuk menyederhanakan birokrasi.

Jika hal tersebut gagal dilakukan, ia menilai, investor dapat beralih ke negara lain seperti Thailand atau Vietnam yang dinilai memiliki iklim investasi lebih kondusif.

Tantangan utang

Tak hanya itu, persoalan ketidakseimbangan fiskal juga semakin nyata. Menurutnya, pemerintah menghadapi tantangan besar karena di satu sisi kebutuhan utang semakin meningkat, di sisi lain penerimaan negara terutama dari pajak, justru menurun. Apalagi pada kuartal kedua pemerintah harus membayar utang jatuh tempo yang mencapai Rp178,9 triliun.

“Dengan penerimaan yang minim dan beban utang yang besar, saya khawatir pertumbuhan ekonomi Indonesia sulit menembus angka 5 persen. Bahkan 4,87 persen itu sudah jadi yang terendah sejak 2021,” tegasnya.

Penurunan daya beli masyarakat serta belanja negara yang menyusut juga menjadi faktor penghambat pertumbuhan. Ia mengingatkan bahwa efisiensi belanja, penurunan proyek infrastruktur, dan tekanan fiskal yang terus berlanjut menjadi tantangan serius bagi perekonomian nasional ke depan. Maka dari itu, menurutnya sampai kuatal kedua IHSG masih rentan terkoreksi.

Editorial Team

EditorEkarina .