KRAS Negosiasi Penambahan Saham di Krakatau Posco jadi 50 Persen
Krakatau Steel tengah melakukan restrukturisasi usaha.
Jakarta, FORTUNE – Kementerian Badan Usaha Milik Negera (BUMN) mengungkapkan, pihaknya bersama direksi PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) tengah bernegosiasi dengan Pohang Iron & Steel Company (Posco) mengenai rencana perseroan dalam meningkatkan kepemilikan saham pada PT Krakatau Posco menjadi 50 persen dari saat ini 30 persen.
Namun, sejauh ini mulai terlihat bahwa kesepakatan penambahan saham akan tercapai. “Bersama Posco, kami negosiasi dari tadinya minoritas, paling tidak 50:50 karena partnership dengan Posco ini luar biasa. Saya berterima kasih kerja sama dengan Posco selama 6-7 tahun terakhir ini net income sangat positif dari Posco," kata Menteri BUMN Erick Thohir dalam diskusi virtual, Selasa (28/9).
Krakatau Posco adalah perusahaan patungan yang mengelola pabrik baja secara terintegrasi. Pabrik tersebut mulai beroperasi pada 2014. Adapun peningkatkan kepemilikan saham KS pada Krakatau Posco menjadi 50 persen merupakan salah satu upaya KS dalam melakukan restrukturisasi usaha.
Erick mengapresiasi respons positif Posco yang memiliki nilai pasar terbesar di dunia sebagai produsen baja. Pasalnya, Posco bisa saja menolak keinginan pemerintah untuk menambah sahamnya di anak usaha yang fokus memproduksi baja tersebut. “Pendekatan B to B secara profesional saya juga datang beberapa kali, ini membuat mitra kita percaya diri," ujarnya.
1. Industri baja nasional perlu perbaikan
Erick juga menegaskan industri baja masih banyak yang perlu diperbaiki dan Indonesia wajib menjaga rantai pasoknya agar mengurangi impor baja, sehingga memberikan produk berkualitas dengan harga kompetitif. "Kami efisiensi juga besar-besaran. Akhirnya restrukturisasi utang, perbaikan arus kas, ada proyek-proyek berjalan baik, efisiensi, akhirnya yang tadinya KS 8 tahun rugi, sekarang bisa untung Rp800 miliar," katanya.
2. Erick Thohir curigai indikasi korupsi
Di sisi lain, Erick Thohir menyoroti utang Krakatau Steel yang sebesar US$2 miliar atau sekitar Rp31 triliun. “Krakatau Steel punya utang US$2 miliar, yang salah satunya karena investasi US$850 juta untuk proyek blast furnace yang hari ini mangkrak. Ini hal-hal yang tidak bagus dan pasti ada indikasi korupsi,” ujar Erick.
Dengan adanya indikasi korupsi tersebut, Erick berjanji akan terus mengejar pihak-pihak yang telah merugikan perusahaan dan menyelesaikan secara hukum. “Kami akan kejar siapa pun yang merugikan, karena ini kembali bukannya kami ingin menyalahkan, tapi penegakan hukum kepada bisnis proses yang salah harus perbaiki," tuturnya.
3. Dirut KRAS tanggapi isu korupsi perseroan
Sementara itu, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menanggapi pernyataan terkait adanya indikasi korupsi di tubuh perseroan. Menurutnya, tren peningkatan utang dimulai di tahun 2011 sampai dengan 2018. Akumulasi utang mencapai Rp31 triliun disebabkan beberapa hal, salah satunya adalah pengeluaran investasi yang belum menghasilkan sesuai dengan rencana.
Manajemen baru KRAS berhasil melakukan restrukturisasi utang pada bulan Januari 2020 sehingga beban cicilan dan bunga menjadi lebih ringan guna memperbaiki kinerja keuangan.
“Proyek blast furnace diinisiasi pada tahun 2008 dan memasuki masa konstruksi pada tahun 2012, jauh sebelum saya bergabung di Krakatau Steel pada akhir tahun 2018. Manajemen saat ini sudah mendapatkan solusi agar fasilitas atau pabrik yang tadinya mangkrak bisa jadi produktif,” kata dia, Rabu (29/9).
Silmy mengatakan, pihaknya saat ini telah memiliki dua calon mitra strategis untuk bekerja sama dalam proyek blast furnace. Bahkan, satu calon sudah menandatangani Memorandum of Agreement (MOA) dengan Krakatau Steel. Kemudian, calon mitra lainnya, sudah menyampaikan surat minat untuk bekerja sama dalam hal blast furnace.
“Artinya sudah ada solusi atas proyek Blast Furnace. Kita targetkan Kuartal 3 2022 akan dioperasikan,” ujar Silmy.