Kinerja Unilever sebenarnya sedang turun. Itu bisa dilihat dari laporan keuangan kuartal II-2021.
Pada enam bulan pertama 2021, Unilever hanya membukukan penjualan bersih Rp20,2 triliun. Padahal, catatan periode sama tahun sebelumnya Rp21,7 triliun. Itu berarti tingkat penurunannya sekitar 7,3 persen (yoy).
Mari membedah lebih jauh. Penjualan utama pada segmen kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh turun 10,7 persen menjadi Rp13,5 triliun. Untungnya, perseroan mampu meningkatkan penjualan makanan-minuman sebesar 0,3 persen menjadi Rp6,7 triliun.
Pada departemen laba, penurunan secara tahunannya 15,9 persen atau Rp3,04 triliun. Dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, persentase barusan lebih tajam. Pasalnya, laba Unilever per Juni 2020 hanya terkoreksi 2,1 persen menjadi Rp3,62 triliun.
Presiden Direktur Unilever Indonesia, Ira Noviarti, sempat mengeluhkan daya beli konsumen yang masih terdampak pandemi serta kenaikan harga komoditas yang memengaruhi biaya produk sebagai tantangan terbesar perusahaan. Meskipun begitu, Unilever memanfaatkan kesempatan yang muncul dalam beberapa segmen produk seperti makanan dan kebersihan.
“Pandemi Covid-19 juga membawa banyak tantangan yang perlu diatasi dengan strategi jangka panjang dan berkelanjutan,” kata Ira dalam paparan publik secara virtual, Rabu (1/9).
Strategi tersebut adalah mendorong pertumbuhan pasar melalui stimulasi konsumsi konsumen, memperluas dan memperkaya portofolio ke segmen premium, menjadi yang terdepan dalam hal eksekusi—termasuk kanal dan inovasi—dan menerapkan e-Everything pada semua lini termasuk penjualan, operasional, dan pengolahan data. Selain itu, kata Ira, Unilever tetap menjadi yang terdepan dalam penerapan bisnis yang berkelanjutan.