Bursa Efek Indonesia/Dok. Desy Y/Fortune Indonesia
Pembukaan kembali pasar modal Indonesia berlangsung pada 1925, sebelum Indonesia resmi merdeka. Sebelum terebentuk BEI, bursa saham dalam negeri masih terbagi tiga, yakni Bursa Efek Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Seperti sebelumnya, bursa di Semarang dan Surabaya juga sempat merasakan penutupan pada awal 1939 akibat sentimen politik Perang Dunia II, sehingga hanya tersisa satu di Jakarta. Tapi, pasar modal yang tersisa itu pun tak sanggup bertahan di tengah kekacauan perang. Akhirnya, Bursa Efek Jakarta (BEJ) juga harus tutup pada 1942 hingga 1952.
Maju ke 1956, perusahaan Belanda menjalankan program nasionalisasi, sehingga membuat aktivitas bursa efek kian kering. Mau tak mau, pasar modal Indonesia pun divakumkan sampai 1977.
Titik cerah terlihat pada 1977, saat BEJ kembali diresmikan di bawah naungan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM). Emiten pertama yang melantai di bursa saat itu adalah PT Semen Cibinong Tbk dengan ticker SMCB, yang kini bernama PT Solusi Bangun Indonesia, anak usaha PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.
Meskipun sudah kembali dibuka, transaksi perdagangan bursa masih loyo. Publik lebih menyukai instrumen investasi perbankan ketimbang pasar modal. Bahkan, di dekade pertama operasional BEJ, hanya ada 24 emiten yang percaya masuk bursa.
Maka, regulator mencetuskan program Paket Desember 1987 guna menarik minat perusahaan untuk menggelar IPO, sekaligus meyakinkan investor asing untuk bertransaksi di pasar modal Indonesia.
Kemudian, pada 1988 sampai 1990, lahirlah paket deregulasi perbankan dan pasar modal. Itu membuka pintu BEJ bagi para investor asing. Di tahun yang sama–2 Juni 1988–Bursa Paralel Indonesia (BPI) lahir yang dikelola Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE). Pemerintah pun merilis Paket Desember 88. Hasilnya, perdagangan bursa mulai tumbuh.
Lompat ke 16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) berjalan lagi, di bawah kendali PT Bursa Efek Surabaya. Kemudian, BEJ diswastanisasi pada 13 Juli 1992, sedangkan BAPEPAM bertransformasi jadi Badan Pengawas Pasar Modal.
Pada akhir 1993, PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) didirikan. Dua tahun setelahnya, lahir inovasi teknologi Jakarta Automated Trading Systems, sistem otomasi perdagangan di BEJ.
Melihat perkembangan itu, pemerintah pun memutuskan merilis Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang berlaku per Januari 1996. Tak hanya itu, BPI dan BES pun dimerger (1995), lalu lahirlah Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) (1996) dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) (1997).
Inovasi terus digodok. Pada 21 Juli 2000, pasar modal Indonesia mulai mengaplikasikan Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading). Berlanjut pada 28 Maret 2002, saat sistem perdagangan jarak jauh (remote trading) diberlakukan. Lalu, pada 9 September, ada penyelesaian transaksi T+4 jadi T+3. Dua tahun kemudian, stock option dirilis.