MARKET

Harga Bitcoin Mendadak Turun di Bawah US$16.000, Ada Apa?

Nilai Bitcoin terendah sejak November 2020.

Harga Bitcoin Mendadak Turun di Bawah US$16.000, Ada Apa?Ilustrasi Bitcoin. (Shutterstock/Coyz0)
10 November 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Harga Bitcoin pada pertengahan minggu kedua November tahun ini mendadak ke posisi US$15.985, atau turun 20 persen ketimbang pekan sebelumnya, menurut data dari CF Benchmark, platform pengindeksan harga aset kripto. Posisi nilai tersebut dianggap terendah sejak November 2020.

Dikutip dari Yahoo Finance, Kamis (10/11), koreksi aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar ini terjadi di tengah batalnya akuisisi bursa FTX oleh platform pertukaran Binance.

"Sebagai hasil dari uji tuntas perusahaan, serta laporan berita terbaru mengenai dana pelanggan yang salah penanganan dan dugaan penyelidikan agensi AS, kami telah memutuskan bahwa kami tidak akan mengejar potensi akuisisi http://FTX.com," demikian pernyataan resmi Binance.

Padahal, CEO Binance, Changpeng Zhao, Rabu (9/11), telah menyampaikan komitmen perusahaan untuk mengambil alih FTX.

Menurut laporan The Wall Street Journal yang dikutip oleh Fortune.com, Binance menjauh dari akuisisi karena laporan yang menuduh FTX salah menangani dana pelanggan.

“Pada awalnya, harapan kami adalah dapat mendukung pelanggan FTX untuk menyediakan likuiditas, tetapi masalahnya berada di luar kendali atau kemampuan kami untuk membantu,” demikian pernyataan resmi Binance.

Menurut grafik Coinmarketcap, dalam 24 jam terakhir, total kapitalisasi pasar aset kripto telah turun lebih dari 10 persen dari US$980 miliar menjadi US$805,97 miliar.

Kemelut FTX

Ilustrasi Bitcoin fisik.
Ilustrasi Bitcoin fisik. (Shutterstock/Kitti Suwanekkasit)

Kabar terbaru mengenai FTX ini dianggap telah membuat investor aset kripto khawatir. Pasalnya, kemelut bursa aset kripto itu diprediksi bakal berdampak terhadap industri aset kripto secara keseluruhan.

"Setiap kali pemain utama dalam suatu industri gagal, konsumen ritel akan menderita," begitu pernyataan Binance.

Bahkan sebelum Binance memutuskan untuk mengakuisisi FTX, bursa aset kripto itu disebut telah memiliki masalah.

Laporan dari Semafor, entitas media yang didukung oleh CEO FTX, Sam Bankman-Fried, mengatakan sebagian besar staf hukum dan kepatuhan FTX telah mengundurkan diri, Selasa (8/10) malam. Sedangkan, laporan Coindesk, yang mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, memprediksi kemungkinan batalnya kesepakatan tersebut.

Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat juga dilaporkan memperluas penyelidikannya ke anak perusahaan FTX, menurut The Wall Street Journal.

"Jelas ada sesuatu yang salah karena ada lubang besar di neraca FTX di mana mereka tidak dapat memenuhi simpanan pelanggan," ujar Sean Farrell, kepala strategi aset digital Fundstrat.

FTX sejauh ini menolak berkomentar tentang masalah dimaksud.

Sebelumnya, laporan dari Dirty Bubble Media menuding Alameda Research, perusahaan milik Sam Bankman-Fried, serta sister company dari FTX, mengalami kebangkrutan. Alameda Resarch dikabarkan mengenggam sebagian besar asetnya dalam bentuk token FTT.

Merespons laporan tersebut, Zhao menyatakan Binance bakal melepas US$2 miliar token FTT milik perusahaan.

Keputusan Binance untuk menjual token tersebut mendorong pengguna FTX bergegas untuk menarik dananya dari bursa FTX. Tercatat ada sebanyak US$6 miliar dana yang ditarik oleh investor dari platform pertukaran FTX.

Semua volatilitas pasar telah diciptakan oleh masalah FTX, kata Blake Cassidy, chief executive officer Bamboo 61 Pty Ltd., sebuah perusahaan Australia yang menawarkan investasi mikro dalam aset kripto.

“Sepertinya lengan perdagangan (FTX) mereka, Alameda (Penelitian) bangkrut atau hampir bangkrut, serta mungkin ada penularan di bursa mereka,” katanya dalam sebuah wawancara dengan Forkast News.

Related Topics