Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
20251230_101807.jpg
Konferensi Pers Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) 2025, Selasa (30/12). (Fortune Indonesia/Tanayastri Dini Isna)

Jakarta, FORTUNE - Regulasi turunan terkait rencana peningkatan batas minimal free float saham ke rentang 10-25 persen ditargetkan rilis pada awal 2026.

Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Eddy Manindo Harahap, mengatakan, inti dari peraturan tersebut adalah kenaikan free float saham dengan implementasi secara bertahap. Tidak langsung ke batas tertingginya.

"Kami harapkan paling tidak di awal 2026 ini sudah mulai ada hasilnya, mulai ada peraturan bursanya," kata Eddy dalam Konferensi Pers Penutupan Perdagangan Bursa 2025 di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (30/12).

Mengapa kenaikannya bertahap? Guna menjaga keseimbangan antara pendalaman dan kemampuan pasar menyerap likuiditas pasca-free float meningkat. Hal itu berkaitan dengan pula dengan minat dan perlindungan investor.

"Kemudian tahapan atau masa transisi yang memang pas, termasuk juga kami harus memperhatikan minat korporasi domestik untuk go public [di BEI] itu bagaimana [setelah free float ditingkatkan]," ujarnya.

Sejalan dengan masa transisi, bursa pun akan meminta masukan dari para pelaku pasar, baik dari perusahaan sekuritas, institusi yang akan menyerap, maupun para calon emiten.

Untuk itu, saat ini BEI tengah menyusun penyesuaian terhadap Peraturan Bursa Nomor I-A. Setelah proses itu, bursa akan meminta perizinan dari regulator untuk implementasi penuhnya.

"Karena yang paling penting adalah efektivitas. Kami tak ingin saat ada emiten yang listing, tidak bisa diserap oleh pasar atau saat mereka ingin IPO tak memilih pasar kita, tetapi pasar lain," jelas Direktur Utama BEI, Iman Rachman.

Sebagai konteks, saat ini batas minimal free float yang berlaku adalah 7,5 persen. Angka itu lebih rendah dari bursa-bursa lain di Asia Tenggara ataupun negara maju. Sebut saja, Filipina dan Singapura (10 persen); Thailand (15 persen); serta Malaysia, Jepang, dan Hong Kong (25 persen).

Editorial Team