Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
pexels.com

Jakarta, FORTUNE - Beberapa negara maju menguji coba sistem kerja empat hari dalam seminggu. Bagaimana dampaknya terhadap berbagai elemen bisnis, termasuk pasar modal?

Amerika Serikat, Inggris, dan Portugal adalah sejumlah nama yang memutuskan bergabung dalam program uji coba yang diinisiasi oleh 4 Day Week Global. Terbaru ada Jerman, yang memulainya pada 1 Februari lalu. Ratusan karyawan dari 45 perusahaan negara-negara peserta dilibatkan dalam program yang akan berjalan selama enam bulan itu.

Secara prinsip, uji coba sistem kerja 4 hari seminggu mengikuti prinsip 100:80:100. Artinya, perusahaan peserta tetap beroleh 100 persen gaji dari 80 persen operasionalnya, sambil tetap meraih output 100 persen.

"Pada dasarnya, ini proyek transformasi sumber daya manusia dan merupakan intervensi produktivitas. Organisasi yang mengikuti benar-benar berjuang meningkatkan produktivitas atau kinerja bisnis, karena pada dasarnya kehilangan fonasi bisnis yang dijalankan oleh SDM," ujar CEO 4 Day Week Global. Dale Whelehan, yang berbasis di Auckland, Swiss, dilansir dari Fortune.

Dampak terhadap pekerja dan bisnis

4 Day Week Global sendiri merupakan kelompok advokasi pionir dan yang terbesar dalam meneliti dampak panjang dari sistem kerja 4 hari seminggu.

Inggris, salah satu negara peserta, telah merampungkan uji coba sistem itu pada awal 2023. Ada 60 perusahaan yang mengikuti program itu. Hasilnya, kurang dari 3.000 pekerja dalam uji coba itu memberikan masukan terkait model kerja berprinsip 100:80:100.

Hasilnya, ada penurunan jumlah hari sakit sebesar 65 persen, yang berhasil menjaga hingga mempertahankan produktivitas di mayoritas bisnis. Tak hanya itu, ada pula penurunan peluang karyawan yang berhenti (resign) sebesar 57 persen, sehingga tingkat retensi pekerjaan pun naik signifikan.

Bagaimana dengan uji coba di AS, Kanada, Inggris, dan Irlandia? Dilansir dari Fortune, hanya dalam enam bulan uji coba sistem kerja 4 hari seminggu, kesehatan dan kepuasan kerja karyawan dilaporkan meningkat.

Tak hanya itu, studi 4 Day Week Global juga menyebut, para karyawan di perusahaan peserta uji coba dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lebih efektif. Itu karena secara rata-rata, pekerja mampu memangkas waktu kerja rata-rata sekitar 4 jam menjadi 34 jam seminggu. 

"Diskusi mengenai waktu kerja ini sudah menjadi kesadaran kolektif masyarakat selama beberapa waktu dan ada banyak perdebatan mengenai apakah ini akan berhasil atau tidak," ujar Whelehan.

Salah satu masukan datang dari Ekonom Senior di Institut Ekonomi Jerman, Holger Schäfer. Menurutnya, perubahan demografis di Jerman mendorong pergeseran, seperti kurangnya ketersediaan pekerja terampil. Ia menilai, sistem kerja 4 hari seminggu bukan jawaban dari masalah itu.

"Bekerja dengan jam kerja yang lebih sedikit tak akan meringankan masalah kekurangan tenaga kerja karena perubahan demografi. Kita memerlukan insentif yang lebih baik untuk bekerja lebih lama guna mengimbangi perubahan itu," katanya, sebagaimana diberitakan oleh Fortune.

Dampak terhadap pasar modal

Editorial Team