Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
VideoCapture_20250410-173712.jpg
Ilustrasi perdagangan di bursa saham. (Fortune Indonesia/Tanayastri Dini)

Jakarta, FORTUNE - Laju penguatan saham-saham emiten grup konglomerasi berpotensi berlanjut pada 2026. Apa saja katalisnya?

Chief Economist & Head of Research Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, menilai, saham-saham emiten grup usaha konglomerasi masih akan tetap menarik karena sektor yang sejalan dengan program investasi pemerintah. Contoh, program Makan Bergizi Gratis (MBG), hilirisasi sektor ekstraktif, hingga digitalisasi dan perluasan akses telekomunikasi.

"Setidaknya saham-saham konglomerasi itu, kami ekspektasikan, jika ekonominya tumbuh lebih tinggi, itu juga akan bisa berjalan beriringan," kata Rully kepada pers di acara Outlook 2026 Mirae Asset Sekuritas, Kamis (4/12).

Program ihwal digitalisasi berkaitan dengan teknologi. Itu dapat mendorong laju saham seperti PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA). DSSA memiliki portofolio di bidang energi hingga teknologi. Ada pula saham konglomerasi lain di sektor digital dan teknologi, yaitu PT DCI Indonesia Tbk (DCII), yang terafiliasi dengan Grup Salim; atau PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) milik Grup Lippo.

Sektor lainnya adalah hilirisasi. "Makanya kami juga masih tetap confidence di beberapa stock pick kami, di BRPT, DEWA, dan BRMS, karena komoditasnya juga masih menarik ya," ujar Rully.

Selain katalis itu, ada pula sentimen positif dari aksi jual-beli oleh pemilik, komisaris, hingga manajemen sepanjang 2025. Senior Research Analyst Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Farras Farhan, menyebut, langkah tersebut menunjukkan keyakinan para pemilik dan manajemen perseroan.

Misalnya, Prajogo Pangestu, yang menambah kepemilikan atas saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) beberapa kali. Selain itu, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) juga memborong saham SCTV atau PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) sebanyak 2,2 juta unit saham pada 11 November dan 14 November 2025.

"Kami melihat tren ini masih akan terus berlanjut bahkan 3 tahun ke depan sekalipun," ujar Farras.

Tren tersebut tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga negara-negara seperti Vietnam, India, Korea Selatan (Korsel), hingga Amerika Serikat (AS).

Kendati demikian, Farras menggarisbawahi aspek valuasi dari saham-saham emiten konglomerasi yang tergolong tinggi.

Editorial Team