Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
antarafoto-keterangan-pers-terkait-penanganan-bencana-di-sumatra-1766997095.jpg
Menko PMK Pratikno (tengah), Mendagri Tito Karnavian (kedua kiri), Mensesneg Prasetyo Hadi (kedua kanan), Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (kiri), Seskab Teddy Indra Wijaya (kanan) menyampaikan keterangan pers Pemulihan dan Rencana Strategis Pasca Bencana Jelang Akhir Tahun di Posko Terpadu Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (29/12). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Intinya sih...

  • Banjir besar melanda Aceh hingga Sumatra Barat, 22 desa dilaporkan hilang.

  • Sebanyak 1.580 kantor desa terdampak, mematikan roda pemerintahan desa dalam skala besar.

  • Kemendagri mengerahkan 1.054 personel dari IPDN untuk membantu pemulihan di wilayah terdampak selama satu bulan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Bencana banjir besar yang melanda wilayah Aceh hingga Sumatra Barat tidak hanya menghancurkan permukiman warga, tetapi juga memicu krisis administratif yang serius.

Data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjukkan hilangnya 22 desa lumpuh totalnya roda pemerintahan di ribuan desa lainnya akibat kerusakan infrastruktur perkantoran yang masif.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menyatakan desa-desa yang hilang tersebut tersebar di tiga provinsi, dengan perincian 13 desa di Aceh, delapan desa di Sumatra Utara, dan satu desa di Sumatra Barat.

Kondisi tersebut menjadi tantangan berat bagi pemerintah pusat dalam menjaga keberlangsungan layanan publik di tingkat akar rumput.

“Karena memang data kami menunjukkan bahwa ada desa yang hilang itu totalnya 22,” ujar Tito dalam konferensi pers Pemulihan dan Rencana Strategis Pascabencana Jelang Akhir Tahun yang disiarkan secara virtual, Senin (29/12).

Selain hilangnya desa secara fisik maupun administratif, bencana ini melumpuhkan layanan publik di 1.580 kantor desa yang terdampak banjir.

Aceh menjadi wilayah dengan kerusakan terparah, tempat 1.455 kantor desa dilaporkan tidak dapat beroperasi. Sementara itu, Sumatra Utara dan Sumatra Barat masing-masing menyaksikan 93 dan 32 kantor desanya terdampak.

Titik kritis kerusakan terkonsentrasi di Aceh Utara, dengan lebih dari 800 desa mengalami efek bencana, serta di wilayah Aceh Tamiang. Mengingat besarnya skala kerusakan, Kemendagri menilai upaya pemulihan tidak bisa hanya mengandalkan sumber daya lokal yang juga tengah terdampak bencana.

“Kondisinya cukup berat. Karena itu kami berkewajiban untuk membangkitkan dan menghidupkan kembali pemerintahan, termasuk pemerintahan desa dan kabupaten,” kata Tito.

Sebagai langkah darurat, Kemendagri memutuskan untuk mengerahkan 1.054 personel dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ke wilayah Aceh Tamiang dan Aceh Utara. Penugasan dijadwalkan berlangsung selama satu bulan, mulai dari 3 Januari hingga 3 Februari 2026.

Personel yang dikirim terdiri dari 869 Praja IPDN (tingkat II dan III) serta 185 Aparatur Sipil Negara (ASN).

Mereka memikul dua mandat utama: mempercepat pembersihan fasilitas umum seperti sekolah dan pusat kesehatan, serta mengaktifkan kembali fungsi administrasi desa agar layanan kepada masyarakat dapat berjalan normal secara bertahap.

“Untuk bisa menghidupkan kembali pemerintahan-pemerintahan itu, termasuk pemerintahan desa maupun kabupaten, maka kami kirimkan personel IPDN,” katanya.

Langkah mobilisasi ini juga diintegrasikan ke dalam kurikulum IPDN sebagai bagian dari kegiatan lapangan.

Strategi ini diharapkan mampu memberikan bantuan tenaga profesional yang sigap dalam menghadapi persoalan riil di lapangan, sekaligus memastikan bahwa kehadiran negara tetap dirasakan oleh masyarakat di tengah masa sulit pascabencana.

 

Editorial Team