Jakarta, FORTUNE - Kedatangan badai Ida ke Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu menyebabkan hujan deras dan banjir di beberapa negara bagian, serta menelan korban jiwa sekitar 40 orang.
Melansir Wired, Senin (6/9), New York termasuk salah satu wilayah yang terdampak. Akibatnya, banyak area di bawah tanah yang digenangi air.
Fenomena itu berhubungan dengan perubahan iklim yang terjadi di berbagai belahan dunia. Ilmuwan iklim dan Direktur Iklim dan Energi di Institut Breakthrough, Zeke Hausfather, mengatakan, “semua itu (fenomena perubahan iklim) adalah yang kami katakan akan berlangsung 20 tahun lalu. Hanya saja, agak gila saat melihat semuanya terjadi secara bersamaan.”
Salah satu proyeksi yang mengemuka di tengah pemanasan global adalah penurunan curah hujan. Namun, menurut laporan Panel Antarpemerintah PBB mengenai Perubahan Iklim, curah hujan justru meningkat di beberapa bagian dunia seperti Barat Tengah dan Timur Laut AS.
Hausfather mengatakan Badai Ida berlangsung begitu hebat dan cepat sebagai efek dari air bersuhu hangat di Teluk Meksiko bertemu angin yang berembus hingga lebih dari 240 km per jam. Massa udara hangat itu berputar-putar sekaligus menahan kelembapan tingkat tinggi. Pada akhirnya, Ida membawa kelembapan yang berujung pada hujan deras.
Sebetulnya, tata letak dan infrastruktur kota berperan penting untuk mencegah fenomena akibat perubahan iklim tersebut. Akan tetapi, menurut ahli konstruksi setempat, ada masalah terkait prasarana di New York.
“Anda tidak harus menjadi orang dengan pemahaman infrastruktur yang baik untuk mengetahui bahwa itu (infrastruktur New York) bermasalah,” kata mantan presiden di Capital Construction Company milik Metropolitan Transportation Authority (MTA), Michael Horodniceanu, dikutip Wired.
Itu tidak hanya berlaku untuk New York, tapi juga beberapa kota lain di negara yang berbeda. Berikut sejumlah kota yang infrastrukturnya tak lagi efektif menanggung risiko akibat perubahan iklim.