6 Alasan Penting Efisiensi Energi Sektor Industri

Demi terciptanya industri berkelanjutan dan tanpa karbon.

6 Alasan Penting Efisiensi Energi Sektor Industri
Chair ETWG G20, Yudo Dwinanda Priaadi. (Tangkapan layar)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Sebagai tuan rumah dalam Presidensi G20, Indonesia terus mendorong upaya pengurangan emisi karbon, salah satunya melalui peningkatan efisiensi energi menuju industri yang berkelanjutan dan tanpa karbon.

Pada kelompok kerja transisi energi G20 (ETWG G20), Indonesia terus mendorong negara-negara G20 untuk terus meningkatkan efisiensi energi. Melansir laman Kementerian ESDM pada Kamis (30/6), Chair ETWG G20, Yudo Dwinanda Priaadi, menyebutkan keenam alasan pentingnya efisiensi energi menuju industri yang berkelanjutan dan tanpa karbon, sebagai berikut:

1. Mendukung tujuan Paris Agreement

Emisi CO2. (Pixabay/Pixource)

Sektor industri memiliki peran besar dalam penurunan jumlah emisi. Menurut Yudo, dalam mencapai tujuan Paris Agreement–membatasi kenaikan suhu global di angka minimum 1,5 derajat celcius, serta mencapai target net zero emission (NZE)–efisiensi energi pada sektor industri hilir bisa berkontribusi hingga 40 persen dari total emisi.

“Namun demikian, usaha untuk memanfaatkan proyeksi ini mengalami kemunduran akibat dampak pandemi Covid-19 pada ekonomi global,” ujar Yudo.

2. Membuat sektor industri lebih berkelanjutan dan efisien

Foto udara aktivitas pengolahan nikel (smelter) yang berada di Kawasan Industri Virtue Dragon Nickel Industrial (VDNI) di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (14/12/2021). ANTARA FOTO/Jojon/foc.

Efisiensi energi akan menciptakan industri yang lebih berkelanjutan. United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) sudah memperkirakan bahwa sekitar 70 persen emisi gas rumah kaca (GRK) berasal dari lima sektor industri, yakni semen, baja, alumunium, kimia, dan kilang minyak.

Sementara itu, kata Yudo, industri semen dan baja merupakan penghasil CO2 terbesar. Bahkan, semen sudah menjadi produk yang paling banyak dikonsumsi dunia, setelah air. Sayangnya, sektor-sektor ini menjadi sektor yang sulit untuk didekarbonisasi (hard-to-abate).

“Kita (Indonesia) sebagai komunitas internasional dan G20 memiliki perhatian yang sama atas bagaimana kita dapat mengurangi emisi pada sektor industri secara efektif,” katanya.

3. Mengoptimalkan transisi energi

Ilustrasi ekosistem EBT. (Pixabay/Akitada31)

Yudo mengatakan bahwa efisiensi energi sangat dibutuhkan oleh sektor industri untuk dapat memperkuat jalur transisi energi yang adil, terjangkau, dan aman bagi seluruh negara di dunia, termasuk negara-negara G20.

4. Memberi keuntungan pekerjaan layak dan berkelanjutan

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj

Efisiensi energi, dapat menjadi sektor yang menguntungkan, yang menyediakan pekerjaan layak dan berkelanjutan. “IEA World Energy Outlook memperkirakan bahwa efisiensi energi berpotensi untuk menyediakan sekitar 3 juta pekerjaan atau sekitar 10 persen dari seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan energi bersih, hingga tahun 2030,” ujarnya.

Oleh karena itu, Yudo menyampaikan bahwa efisiensi energi tidak boleh diabaikan begitu saja, terutama dalam meningkatkan strategi dan tindakan dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) dan NZE.

5. Kemajuan efisiensi energi dalam SDGs masih terbatas

Shutterstock/ petrmalinak

Intensitas efisiensi energi hanya meningkat 0,5 persen pada 2020 dan 1,9 persen pada 2021. Bila mengacu pada Paris Agreement dan SDGs, maka angka ini jauh di bawah nilai yang disyaratkan untuk mencapai tujuan iklim global berkelanjutan.

6. Mengurangi krisis energi dan memastikan pemulihan berkelanjutan

Ilustrasi pembiayaan energi. (Pixabay/PauloVSjr)

Efisiensi energi, berperan krusial dalam mengurangi krisis energ sekaligus dapat memastikan pemulihan yang berkelanjutan.

“Hal tersebut karena efisiensi energi menjadi tindakan yang paling dapat ditindaklanjuti, yang dapat diterapkan ketika menghadapi kesulitan dalam penurunan ekonomi global,” ujar Yudo.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M