Atasi Tantangan Global, Menlu Ungkit Paradigma Kolaborasi di PBB

Tantangan global silih berganti, tapi dunia justru terbelah.

Atasi Tantangan Global, Menlu Ungkit Paradigma Kolaborasi di PBB
Menlu Retno LP Marsudi saat berbicara di Sidang Majelis Umum PBB ke-77, di New York, Amerika Serikat,. (dok. Humas Kemlu)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Indonesia menawarkan konsep paradigma kolaborasi dalam menghadapi berbagai tantangan global, seperti pandemi yang belum usai, krisis global, konflik geoplitik, dan perekonomian dunia yang suram. 

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, menjelaskan paradigma baru ini di hadapan Sidang Majelis Umum (SMU) PBB ke-77, di Amerika Serikat. “Paradigma win-win, bukan zero-sum. Paradigma merangkul, bukan mempengaruhi. Paradigma kolaborasi, bukan kompetisi. Ini adalah solusi tansformatif yang kita butuhkan,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Selasa (27/9).

Menurutnya, paradigma ini diperlukan seluruh negara di dunia dalam menyikapi kondisi global terkini yang penuh tantangan. “Krisis pun datang silih berganti, dari pangan, energi, hingga perubahan iklim. Seharusnya dunia bersatu untuk mengatasinya, namun sayangnya, dunia justru terbelah, sehingga menyulitkan kita berupaya mengatasi kondisi ini,” kata  Retno.

Ia meyakini paradigma kolaborasi akan membuat dunia jadi lebih baik. Kini, tindakan akan lebih berguna daripada hanya sekadar berbicara.

Semangat perdamaian

Ilustrasi perdamaian. (Pixabay/geralt)

Retno mengatakan, ada sejumlah alasan yang membuat paradigma kolaborasi menjadi penting dan relevan dengan situasi dunia saat ini.

Urgensi pertama, untuk menyalakan kembali spirit perdamaian. Ia menilai saat ini ada ketidakpercayaan antarnegara (trust deficit) yang bisa memicu kebencian serta ketakutan. Hal ini bahaya, karena dapat membawa hubungan antarnegara pada konflik.

Menurut Retno, trust deficit harus diubah jadi kepercayaan strategis (strategic trust). Ini diawali dengan penghormatan terhadap hukum internasional. Prinsip kedaulatan dan integritas wilayah tidak bisa ditawar.

"Prinsip-prinsip ini harus senantiasa ditegakkan. Penyelesaian masalah secara damai harus menjadi satu-satunya solusi untuk setiap konflik,” katanya.

Salah satu contoh implementasi paradigma kolaborasi terkait upaya mengatasi isu Palestina dan Afghanistan. “Indonesia akan terus bersama Palestina dalam perjuangkan kemerdekaannya, sedangkan untuk Afghanistan Indonesia berkomitmen membantu memperjuangkan hak dan akses pendidikan bagi perempuan di Afghanistan,” ujarnya. 

Tanggung jawab pemulihan global

Ilustrasi resesi ekonomi global. (Pixabay/Elchinator)

Urgensi kedua, untuk membangkitkan tanggung jawab semua pihak pada pemulihan global. Solidaritas global dinilai semakin menyurut, diskriminasi perdagangan dan monopoli rantai pasok global terjadi di mana-mana, serta tata kelola ekonomi global dimanfaatkan untuk kepentingan negara kuat.

Berkenaan dengan Presidensi Indonesia di G20, Retno juga menyampaikan bahwa kolaborasi penting dalam mencapai Agenda Pembangunan 2030 dalam memerangi perubahan iklim. “G20 tidak boleh gagal jadi katalis pemulihan dunia. Kita tidak boleh membiarkan pemulihan global tersandera oleh geopolitik,” ujarnya.

Perkuat kemitraan global

ilustrasi kerja sama (unsplash.com/ Chris Liverani)

Kolaborasi juga dibutuhkan dalam memperkuat kemitraan global. Menurutnya, arsitektur regional tidak semestinya digunakan untuk mengurung dan mengalienasi negara tertentu, justru seharusnya dapat mendukung upaya menjaga perdamaian dan stabilitas.

“ASEAN adalah contoh di mana paradigma kolaborasi selalu dikedepankan. Dengan semangat itulah, Indonesia akan memimpin ASEAN sebagai ketua tahun depan. Indonesia berkomitmen untuk memperkuat persatuan dan sentralitas ASEAN agar ASEAN tetap penting bagi rakyat, kawasan, dan dunia,” kata Retno Marsudi.

Menlu menyampaikan, salah satu penerapan kolaborasi adalah dalam menyikapi situasi di Myanmar. “ASEAN harus terus maju dan tidak tersandera oleh situasi di Myanmar. Dukungan dari komunitas internasional, khususnya negara-negara tetangga Myanmar, sangat penting untuk mengembalikan demokrasi di Myanmar,”katany. 

Kolaborasi jadi semangat di PBB

Logo PBB. (Pixabay/Clker-Free-Vector-Images)

Terakhir, Menlu menekankan pentingnya paradigma kolaborasi untuk jadi semangat di PBB. Pendekatan yang inklusif harus di kedepankan, di mana suara seluruh negara diperlakukan secara setara.

“Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi PBB dan pembaharuan multilateralisme agar sesuai dengan tuntutan zaman,” kata Retno.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

17 Film Termahal di Dunia, Memiliki Nilai yang Fantastis
Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
Bahlil: Apple Belum Tindak Lanjuti Investasi di Indonesia
Medco Rampungkan Divestasi Kepemilikan di Blok Ophir Vietnam
Stanchart: Kemenangan Prabowo Tak Serta Merta Tingkatkan Investasi
Rumah Tapak Diminati, Grup Lippo (LPCK) Raup Marketing Sales Rp325 M