Google: Perpres Publisher Rights Ancam Masa Depan Jurnalisme Indonesia

Kominfo nilai tanggapan Google berlebihan.

Google: Perpres Publisher Rights Ancam Masa Depan Jurnalisme Indonesia
Google. (Shutterstock/Thaspol Sangsee)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Raksasa teknologi global, Google, mengaku khawatir Rancangan Peraturan Presiden Tentang Publisher Rights akan membatasi keberagaman sumber berita bagi publik dan mengancam masa depan media serta jurnalisme di Indonesia.

VP Government Affairs and Public Policy, Google APAC, Michaela Browning, mengaku khawatir rancangan peraturan ini tidak dapat dilaksanakan, bila tak ada perubahan sebelum akhirnya disahkan. “Karena memberikan kekuasaan kepada sebuah lembaga non-pemerintah untuk menentukan konten apa yang boleh muncul online dan penerbit berita mana yang boleh meraih penghasilan dari iklan,” tulisnya dikutip Fortune Indonesia, Senin (31/7).

Browning tak menampik pihak Google turut diajak dalam setiap pembahasan peraturan ini, namun rancangan yang terakhir diajukan masih dinilai berdampak negatif. “Kami tidak percaya rancangan Perpres di atas akan memberikan kerangka kerja yang ajek untuk industri berita yang tangguh dan ekosistem kreator yang subur di Indonesia,” ujarnya.

Pembatasan berita online dan ancaman eksistensi media

Ilustrasi jurnalis. (Pixabay/Alexa)

Menurut Browning, bila peraturan ini disahkan, maka Google terpaksa harus mengevaluasi keberlangsungan berbagai program yang sudah berjalan, termasuk bagaimana perusahaan tersebut mengoperasikan produk berita di Indonesia.

Perpres ini pun dapat memengaruhi kemampuan Google Indonesia dalam menyediakan sumber informasi online yang relevan, kredibel, dan beragam.

Menurut Google, peraturan ini nantinya akan membatasi berita yang tersedia online, dan hanya menguntungkan sejumlah kecil penerbit berita serta membatasi kemampuan perusahaan untuk menampilkan beragam informasi dari ribuan penerbit berita lainnya di Indonesia. Selain itu, peraturan ini juga mengancam eksistensi media dan kreator berita.

“Kekuasaan baru yang diberikan kepada sebuah lembaga non-pemerintah, yang dibentuk oleh dan terdiri dari perwakilan Dewan Pers, hanya akan menguntungkan sejumlah penerbit berita tradisional saja dengan membatasi konten yang dapat ditampilkan di platform kami,” kata Browning.

Respon Google dinilai berlebihan

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong. (dok. Kominfo)

Sementara itu, menanggapi apa yang disampaikan oleh Google, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong, mengatakan  paparan Google soal dampak bila Perpres Publisher Rights disahkan, berlebihan. Karena ada aturan yang melarang platform memberikan tayangan negatif.

Menurut Usman, pihaknya sudah berupaya menengahi semua pihak, termasuk situs pencari seperti Google, dalam pembentukan Rancangan Perpres Publisher Rights. "Memang tidak mungkin satu rancangan atau bahkan satu kebijakan memuaskan semua pihak. Tapi pemerintah sudah berupaya keras untuk mencoba menjembataninya," ujarnya dalam diakusi daring, Sabtu (29/7).

Salah satu contoh penyesuaian pada pasal (5a) yang berpotensi memberatkan platform digital. Awalnya, platform dilarang untuk menyalurkan berita yang tidak sesuai kode etik jurnalistik, namun platform berdalih tidak bisa menerapkan hal tersebut karena algoritma yang belum bisa memilah berita berdasarkan kode etik jurnalistik dan kompetensi yang tidak dimiliki perusahaan platform.

“Akhirnya lahir satu pasal yang disepakati redaksinya (tertulis): Tidak menyalurkan berita yang tak sesuai kode etik, namun lewat pelaporan,” kata Usman.

Isu dalam Perpres Publisher Rights

Budi Arie Setiadi dan Nezar Patria, yang baru saja dilantik sebagai Menteri dan Wakil Menteri Kominfo. (Tangkapan layar)

Sebelumnya, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, menjelaskan bahwa Rancangan Perpres Publisher Rights ini membahas tiga isu penting, seperti kerja sama bisnis ‘B to B’ antara platform media dan industri media; kedua, soal data; dan ketiga masalah algoritma platform digital.

"Secara umum, Perpress Publisher Rights mengatur terkait konten-konten berita yang dihasilkan oleh perusahaan pers. Kemudian, platform juga bisa melakukan filtering mana konten yang sifatnya news, mana yang bukan. Konten news inilah yang dikomersialisasi," ujar Nezar dalam keterangan resmi Kominfo, Rabu (26/7).

Rancangan Perpres Publisher Rights ini sendiri sudah diserahkan kepada Sekretariat Negara dan menunggu tandatangan dari Presiden Joko Widodo. Pemerintah sendiri menyatakan dukungannya pada pengaturan Publisher Rights sejak Februari 2023.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

3 Cara Mengubah Suara Menjadi Teks Untuk Kebutuhan Konten
Cara Melihat Pesan WA yang Terhapus, Tanpa Aplikasi Tambahan
Panduan Cara Ganti Kartu ATM BCA yang Hilang atau Rusak
10 Kacamata Termahal di Dunia Lengkap dengan Harganya!
Dalam sebulan, 69 Pinjol Diganjar Sanksi Oleh OJK
Usai PHK Karyawan Tesla, Elon Musk Investasi Rp8 Triliun. Buat Apa?