Indonesia Terima Pembayaran Perdana REDD+ Sebesar US$20,9 Juta

Pembayaran REDD+ bermanfaat dan bisa jadi peluang bagi RI.

Indonesia Terima Pembayaran Perdana REDD+ Sebesar US$20,9 Juta
ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Indonesia menerima pembayaran pertama atas pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan–REDD+ sebesar US$20,9 juta atau sekitar Rp320 miliar. Itu ditujukan sebagai semacam kompensasi atas upaya pengurangan laju deforestasi di hutan Kalimantan Timur.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen, mengatakan Indonesia berhasil menekan laju pengurangan wilayah hutan dalam lima tahun terakhir dan aktif mendukung transisi menuju ekonomi hijau.

“Pembayaran ini akan membangun kepercayaan terhadap sistem pembayaran berbasis kinerja di tingkat internasional dan nasional, sebagai perangkat penting untuk mendorong mitigasi perubahan iklim,” ujarnya dalam keterangan yang dikutip Rabu (9/11)

Pembayaran REDD+ perdana yang diterima Indonesia ini berdasar pada kesepakatan penandatanganan Emission Reduction Payment Agreement (ERPA) antara pemerintah Indonesia dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Bank Dunia. Kesepakatan tersebut menyatakan Indonesia akan menerima pembayaran sampai US$110 juta atau sekitar Rp1,6 triliun atas REDD+ yang terverifikasi.

Manfaat pembayaran REDD+

DCStockPhotography/Shutterstock

Indonesia pun menjadi negara pertama di Asia Timur Pasifik yang menerima pembayaran program FCPF, yang mencakup 13,5 persen dari emisi yang dilaporkan pemerintah Indonesia untuk periode 2019-2020. Pembayaran sepenuhnya akan dilakukan setelah finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga selesai.

Mengacu pada dokumen Benefit Sharing Plan (BSP), pembayaran pertama ini akan digunakan dalam bentuk pembagian manfaat secara konsultatif, transparan, dan partisipatif, untuk memastikan semua pemangku kepentingan mendapatkan bagiannya.

Pembayaran ini akan diberikan pada seluruh pihak yang berkontribusi pada kegiatan pengurangan emisi di Kalimantan Timur, mulai dari tingkat pusat–Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)–Pemda setempat, sampai tingkat masyarakat.

REDD+ jadi peluang

Ilustrasi deforestasi. (Pixabay/Summa)

Menanggapi hal ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mengatakan pembayaran REDD+ dapat menjadi peluang bagi pemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor bisnis, dan masyarakat untuk bersama-sama melindungi hutan Indonesia. Pembayaran pertama ini adalah awal dari upaya lain pemerintah untuk mengurangi emisi karbon di dunia.

“Upaya kami untuk mengelola hutan secara berkelanjutan akan terus dilakukan untuk mencapai target pengurangan emisi yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris, mengatasi dampak perubahan iklim, dan menempatkan Indonesia di jalur pembangunan hijau,” kata Siti Nurbaya.

Menurut Siti pula, pembayaran REDD+ juga menjadi bukti atas keberhasilan Indonesia dalam meredam deforestasi dan degradasi hutan di hadapan negara-negara lain di dunia.

Pengurangan emisi di Kalimantan Timur berhasil dicapai melalui beberapa perubahan kebijakan, seperti peningkatan tata kelola dan pemantauan hutan, restorasi ekosistem seperti pada lahan gambut dan bakau, serta moratorium konversi lahan gambut dan hutan primer secara permanen. Selain itu, pemerintah terus menggencarkan berbagai program untuk memberikan kejelasan atas kepemilikan lahan dan mendorong kesejahteraan masyarakat desa.

Emisi karbon per kapita Indonesia cukup rendah

Emisi CO2. (Pixabay/Pixource)

Pada kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan emisi karbon per kapita Indonesia cukup rendah ketimbang negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Indonesia mencatat 2,3 ton per tahun, sedangkan Amerika Serikat 14,7 ton per tahun.

Karena itu, Luhut menyampaikan Indonesia tetap akan mempertahankan pertumbuhan ekonomi, seperti pengembangan teknologi energi baru terbarukan (EBT), dalam melakukan transformasi ekonomi hijau. “Indonesia tidak bisa didikte oleh negara maju untuk melakukan transformasi ke ekonomi hijau. Kita masih memiliki hak untuk menikmati sumber daya alam kita,” katanya di Bali, Rabu (9/11).

Related Topics

REDD+Indonesia

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M