Mulai 1 Agustus, ke Pulau Komodo Kena Biaya Konservasi Rp3,75 Juta

Biaya konservasi berlaku untuk satu tahun per satu individu.

Mulai 1 Agustus, ke Pulau Komodo Kena Biaya Konservasi Rp3,75 Juta
Shutterstock/GUDKOV ANDREY
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur (NTT) akan mulai memberlakukan pembatasan kunjungann dan pengenaan biaya kontribusi konservasi Rp3.750.000 per individu di Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)–Pulau Komodo, Pulau Padar, dan perairan di sekitarnya. Kebijakan ini berlaku per 1 Agustus 2022.

Pengunjung ke TNK akan dibatasi maksimal 200.000 pengunjung per tahun. Kebijakan ini diharapkan akan membawa manfaat bagi alam, pelaku bisnis wisata, masyarakat lokal, maupun wisatawan yang datang ke TNK. “Semakin dilestarikan akan semakin meningkatkan kesejahteraan,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno, dalam Weekly Press Briefing, Senin (11/7).

Sandiaga menyampaikan bahwa besaran biaya Rp3,75 juta mencakup biaya kseluruhan konservasi TNK, termasuk dalam memberdayakan masyarakat lokal untuk menyediakan cinderamata khas TNK yang bisa dijual ke wisatawan. “Saya cukup yakin, kebijakan ini akan cukup menarik wisatawan yang akan menghargai upaya konservasi kita, dan ikut membangun destinasi-destinasi lain di NTT, untuk menjadi destinasi unggulan,” katanya.

Menparekraf akan terus mendorong terwujudnya destinasi pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan sebagaimana Permenparekraf No.9 tahun 2021. Selain itu, akan memberikan manfaat bagi semua pihak, baik dari segi ekonomi maupun pelestarian alam.

Penerapan biaya kontribusi konservasi

Shutterstock/B_BEUM

Koordinator Pelaksana Program Konservasi di TNK, Carolina Noge mengatakan bahwa rencananya, biaya kontribusi konservasi sebesar Rp3,75 juta bisa berlaku untuk kunjungan selama satu tahun penuh. Hal ini diberlakukan demikian karena upaya konservasi juga dilakukan dalam satu tahun.

“Logikanya seperti ini, kita datang ke Pulau Komodo, kita menghirup oksigen, membuang sampah yang sama, kita mengambil ketersediaan air yang sama, kita membuang limbah yang sama, tapi penanganannya harus dilakukan dengan program konservasi. Nah, program konservasi ini salah satunya dari kompensasi dan kontribusi yang diberikan oleh pengunjung” ujar Carolina dalam acara yang sama.

Adapun besaran biaya yang dibayarkan akan difokuskan untuk berbagai kegiatan konservasi, misalnya pengelolaan sampah, tata kelola, pengawasan, dan pengamanan kawasan. Setiap tahun atau akhir masa kontribusi, pihak pengelola akan melaporkan pertanggungjawaban tentang apa saja upaya konservasi yang dilakukan dari kontribusi biaya yang telah dibayarkan wisatawan.

“Jadi konservasi itu biaya yang dibayarkan secara holistik untuk masuk ke Pulau Komodo, Pulau Padar, dan mengakses kawasan perairannya berlaku sama. Siapapun yang sudah melakukan reservasi bisa bolak-balik, bisa mengakses menggunakan akses yang dimiliki," ungkap Carolina.

Rincian penghitungan biaya

Shutterstock/Nico Wijaya

Carolina menjelaskan, pengenaan biaya konservasi Rp3,75 juta didapatkan dari hasil kajian daya tampung dan daya dukung, yang menunjukkan bahwa beban yang dikeluarkan oleh para wisatawan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan yang dimanfaatkan untuk berwisata ada di rentang Rp2,8 juta-Rp5,8 juta per orang.

Menurutnya, rentang harga ini juga telah disesuaikan dengan jumlah pembatasan pengunjung yang akan diterapkan di kawasan TNK.

“Harus ada upaya konservasi yang kita lakukan, dan ini saja sebenarnya sudah di tengah-tengah. Kita tidak memberlakukan yang paling maksimal, karena logikanya, semakin besar pengunjung yang kita izinkan masuk, maka biaya konservasinya seharunsya jadi lebih besar,” ucapnya.

Kajian daya tampung dan daya dukung

Weekly Press Briefing Menparekraf dengan topik khusus Taman Nasional Komodo, Senin (11/7). (Tangkapan layar)

Sementara itu, bicara mengenai kajian daya dukung dan daya tamping TNK, Ketua Tim Ahli Kajian, Irman Firmansyah, menyampaikan bahwa pihaknya melakukan kajian tidak hanya untuk jangka pendek, namun juga untuk jangka panjang dengan mengambil data lebih dari 10 tahun ke belakang.

“Yang terpenting, kita di TNK bukan hanya sekadar wisata oriented, tapi wisata survival. Berbeda dengan wisata-wisata seperti Bali atau tempat yang tidak terkait keberadaan satu spesies langka dari jutaan tahun lalu. Ini yang perlu kita sama-sama garis bawahi,” ujar Irman.

Menurut Irman, terdapat sekitar 20 jasa ekosistem yang dikaji oleh timnya–misalnya air, oksigen, suhu, dan beberapa lainnya. Hasil penghitungan ini yang kemudian menjadi dasar penetapan angka-angka batasan kunjungan maupun besaran biaya kontribusi konservasi yang nantinya harus dibayar wisatawan supaya dapat berkunjung ke TNK.

“Ada perubahan secara alami di Pulau Komodo, dari perubahan iklim. Ini juga menjadi tekanan alami. Jangan sampai kita (manusia) juga menambah tekanan terhadap kelestarian Komodo, itu pertama. Kedua, dimanapun, pasti ada yang namanya daya dukung dan daya tampung, tidak hanya melihat saat ini saja, tapi juga beberapa tahun ke depan,” kata Irman.

Menurutnya, kunci kajian ini adalah pembatasan dan konservasi harus diutamakan. “Pulau Komodo dan Pulau Padar, di sini kita mempunyai nilai manfaat jasa ekosistem mencapai Rp24 triliun. Kalau melebihi kapasitas tentu akan ada beban,” katanya.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi