S-300, Sistem Rudal Buatan Uni Soviet yang Diduga Hantam Polandia

Ukraina dan Rusia sama-sama menggunakan sistem rudal S-300.

S-300, Sistem Rudal Buatan Uni Soviet yang Diduga Hantam Polandia
Sistem rudal S-300. (Wikimedia Commons)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Beberapa waktu lalu, Polandia dikejutkan dengan sebuah rudal salah sasaran yang jatuh di desa Przewodow dan menewakan dua orang. Belum ada kepastian tentang siapa yang bisa disalahkan atas peristiwa ini, namun kemungkinan, rudal tersebut berasal dari sistem roket lama S-300 buatan Uni Soviet yang hingga kini digunakan baik oleh Rusia maupun Ukraina.

Menukil Reuters, Kepala NATO Jens Stoltenberg mengatakan rudal itu kemungkinan digunakan sebagai rudal pertahanan udara Ukraina. Namun, dirinya masih menyatakan bahwa Rusia yang harus bertanggung jawab karena memicu perang yang sudah berlangsung sembilan bulan.

Lantas, apa yang dimaksud dengan sistem rudal S-300 dan penggunaannya dalam kemiliteran? Fortune Indonesia merangkum informasinya melansir berbagai sumber.

Apa itu S-300?

Ilustrasi rudal S-300. (Wikimedia Commons)

Reuters melaporkan, S-300 adalah keluarga rudal perlindungan udara, yang awalnya dikembangkan oleh Uni Soviet. Sistem ini pertama kali dioperasikan pada akhir 1970-an setelah satu dekade pengembangan.

Menurut Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), terdapat beberapa versi roket S-300, dengan kemampuan teknis dan jangkauan yang berbeda. Kisaran maksimum rudal standar adalah 150 km dengan hulu ledak berbobot 133-143 kg. Baterai S-300 memiliki sedikitnya 4-12 peluncur yang memakai radar tunggal untuk mengidentifikasi target. Sistem ini dikendalikan oleh satu pos komando.

Rudal S-300 digunakan untuk menembak jatuh pesawat, drone, dan rudal jelajah maupun balistik yang masuk wilayah pertahanan. Peluncur S-300 lengkap termasuk radar deteksi yang melacak target yang masuk. Rudal dilengkapi dengan sistem panduan untuk mengunci target secara otomatis, beberapa diantaranya dapat ditembakkan secara bersamaan ke berbagai sasaran.

Berdasarkan entri katalog Rosobornexport, agen ekspor senjata milik negara Rusia, versi terbaru S-300 yang disebut Antey-2500 mulai dioperasikan pada awal 2010-an dengan jangkauan 350 km. Sistem ini memiliki karakteristik taktis dan teknis yang tinggi yang memungkinkan untuk menggunakannya untuk pertahanan udara dari fasilitas administrasi, industri dan militer yang paling penting, kelompok pasukan, infrastruktur pesisir dan pasukan angkatan laut.

Pengguna rudal S-300

Ilustrasi Konflik rusia-ukraina. Shutterstock/Tomasz Makowski

Rusia dan Ukraina termasuk pengguna sistem S-300. Selain itu, 18 negara lain, termasuk beberapa anggota NATO, seperti Slovakia, Yunani, dan Bulgaria adalah pengguna sistem ini juga. Selama perang dengan Ukraina, kata analis militer, Rusia menggunakan rudal S-300 yang telah dimodifikasi untuk menyerang sejumlah sasaran darat di Ukraina.

Diketahui, Moskow sebelumnya telah menjual rudal S-300 ke Venezuela, China, Iran dan Mesir. Negara ini juga telah mengerahkan rudal S-300 di Suriah dan menempatkannya di semenanjung Krimea, yang dianeksasi Moskow dari Ukraina pada tahun 2014.

Menurut outlet media militer Rusia, sistem rudal S-300 juga pernah digunakan dalam konflik selama perang tahun 2020 antara Azerbaijan dan Armenia atas wilayah Nagorno-Karabakh.

Pihak yang disalahkan

Konflik Rusia-Ukraina. (Shutterstock/Tomas Ragina)

Menurut informasi terkini yang ditulis oleh BBC, Jumat (18/11), Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa dirinya memastikan bahwa Ukraina tidak bersalah atas serangan rudal yang menewaskan dua orang di Polandia pada hari Selasa (15/11). Zelensky mengatakan dia telah menerima jaminan dari komandan tertingginya bahwa "itu bukan misil kami".

Sementara, Presiden Polandia, Andrzej Duda mengatakan rudal itu sangat memungkinkan diluncurkan oleh pertahanan anti-pesawat Ukraina. "Dari informasi yang kami dan sekutu kami miliki, itu adalah roket S-300 buatan Uni Soviet, roket tua dan tidak ada bukti bahwa itu diluncurkan oleh pihak Rusia," katanya.

Di lain pihak, Linda Thomas-Greenfield, duta besar AS untuk PBB, mengatakan Rusia memikul tanggung jawab utama atas insiden tersebut, meski Presiden Biden ragu bahwa rudal tersebut bukan berasal dari Ukraina.

“Tragedi ini tidak akan pernah terjadi kecuali invasi Rusia yang tidak perlu ke Ukraina dan serangan misilnya baru-baru ini terhadap infrastruktur sipil Ukraina. Piagam PBB jelas. Ukraina memiliki segalanya hak untuk mempertahankan diri dari serangan ini,” ujarnya. 

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M