Sentra Kedelai Bisa Gagal Bila Abaikan Harga Jual di Tingkat Petani

Petani Indonesia belum bisa saingi harga jual kedelai impor.

Sentra Kedelai Bisa Gagal Bila Abaikan Harga Jual di Tingkat Petani
Pekerja menunjukkan kedelai impor yang harganya melambung di sentra industri tahu dan tempe Kampung Rawa, Johar Baru, Jakarta, Senin (21/2/2022). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/wsj.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Upaya pemerintah untuk menjadikan Kabupaten Serang sebagai pusat sumber pengembangan benih kedelai produktivitas tinggi dinilai tidak akan berhasil bila tak memperhatikan harga jual di tingkat petani.

Guru Besar Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas, mengatakan bahwa masalah mendasar yang sering tak tersentuh pemerintah adalah harga jual produk petani yang rendah bila dibandingkan produk impor.

“Kalau petani harus berhadapan dengan itu–produk impor yang memiliki harga lebih rendah lagi–ya sudahlah ngapain petani nanam kedelai?” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Kamis (15/9).

Harga produk impor yang rendah ini, dalam kategori ekonomi politik, menurutnya disebut sebagai low artificial price. “Harganya rendah tapi sesungguhnya buatan,” ucapnya. Melansir lexology.com, istilah artificial price mengacu pada harga yang sengaja dibuat atau dipertahankan, dan yang tidak mencerminkan kekuatan penawaran serta permintaan yang sebenarnya.

Padahal, Indonesia sebenarnya sangat memungkinkan untuk membudidayakan kedelai. “Secara teknis nggak ada masalah dan dari sisi benih juga tersedia,” katanya.

Kerugian di sisi petani

Perajin menggiling kedelai di Primer Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (Primkopti) Bangkit Usaha, Sanan, Malang, Jawa Timur, Selasa (13/9). (ANTARAFOTO/Ari Bowo Sucipto)

Menurutnya, ketika mengusung program pembibitan dan pembukaan sentra pengembangan, pemerintah harus melihat situasi ril yang terjadu di lapangan.  “Yang tanam kan petani. Nah, ketika kita bicara pada level petani, pertanyaannya, bagi petani apakah menanam komoditas ini menguntungkan atau tidak,” tuturnya.

Andreas bilang, bahwa kedelai lokal Indonesia hingga saat ini belum bisa menandingi kedelai impor yang lebih murah lantaran biaya produksinya yang tinggi. Rerata biaya produksi kedelai dengan lahan milik sendiri berkisar di harga 8.000-10.000 rupiah per kilogram, kalau lahannya sewa berada di harga 10.000-13.000 rupiah per kilogramnya. 

Sebelum kemarin harga kedelai naik tinggi, rata-rata kedelai di tingkat petani itu hanya dibeli Rp6.000 per kilogram. "Jadi nggak mungkin, (dijual) Rp6.000 (tapi) biaya produksi 8.000-10.000 rupiah, itu juga kalau lahan sendiri," katanya.

Dengan kondisi, banyak petani enggan menanam kedelai. Alhasil, 97 persen pasokan kedelai dalam negeri berasal dari impor. 

"Kalau tidak menguntungkan, ya pasti tidak akan ditanam,” katanya.

Mentan minta Serang jadi sentra kedelai

Mentan SYL saat meninjau gerakan panen kedelai di Serang. (ANTARAFOTO/Asep Fathulrahman)

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, meminta Pemerintah Kabupaten Serang menjadikan daerahnya sebagai pusat pengembangan benih kedelai dengan produktivitas tinggi. Langkah ini diharapkan pemerintah dapat mendukung swasembada kedelai dan tmengurangi ketergantungan pada impor dari Amerika Serikat dan Brazil.

“Saat ini harga kedelai konsumsi rata-rata 10.000-12.000 per kilogram. Hal ini menambah gairah petani untuk bertanam kedelai. Juga, yang tak kalah penting adalah sosialisasi hasil demplot secara masif untuk peningkatan minat petani. Ke depan, kita tidak lagi demplot tapi pengembangan berskala luas,” kata Menteri Syahrul saat mengunjungi gerakan panen kedelai di Serang, Rabu (14/9).

Langkah ini juga untuk memitigasi ancaman krisis pangan yang melanda dunia saat ini. Indonesia dinilai harus bisa memproduksi kedelai lokal berkualitas, supaya volume kedelai impor tak lagi mendominasi. 

Varietas kedelai Migo

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc.

Dalam acara gerakan panen kedelai tersebut, Mentan mengungkapkan salah satu varietas kedelai yang akan dikembangkan adalah Dega 1 dan Migo (mikrombah google) 2. Jenis ini memiliki tingkat produktivitas tinggi dan diciptakan oleh seorang ahli pertanian, Profesor Ali Zum Mashar.

Jenis kedelai Migo, menurut Profesor Ali, memiliki kualitas yang bagus dengan biji yang besar. “Hasil panen dari varietas kedelai Migo ini dapat mencapai 4,5 ton kedelai per hetare, ini jauh dibandingkan varietas pada umumnya yang hanya mampu 2,5 ton per hektare,” katanya.

Ali juga menyebutkan bahwa penggunaan benih kedelai varietas produktivitas tinggi tentu dapat menguntungkan petani, dengan harga kedelai yang cukup baik di pasaran, yakni Rp12.000 per kilogram, sementara impor Rp10.000 per kilogram.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
11 Bahasa Tertua di Dunia, Ada yang Masih Digunakan
GoTo Lepas GoTo Logistics, Bagaimana Nasib GoSend?
BTPN Syariah Bukukan Laba Rp264 miliar di Kuartal I-2024
Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Microsoft Umumkan Investasi Rp27 Triliun di Indonesia