Festival Lestari 5 Digelar, Buka Peluang Investasi Hijau dan Komoditas

Menggali potensi alam untuk pembangunan.

Festival Lestari 5 Digelar, Buka Peluang Investasi Hijau dan Komoditas
Taman Nasional Lore Lindu/Dok. pakuli.digitaldesa.id
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Festival Lestari, perayaan dan ajang promosi bersama bagi kabupaten anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), kembali hadir. Tahun ini, Pemerintah Kabupaten Sigi dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menjadi tuan rumah Festival Lestari 2023 dengan mengusung tema “Tumbuh Lebih Baik” 

Festival yang memasuki tahun kelima penyelenggaraannya ini akan menjadi wadah kolaborasi dan gotong royong pemerintah, pelaku usaha, petani, generasi muda dan pemangku kepentingan  lainnya untuk terlibat dalam mengembangkan ekonomi lestari yang berkelanjutan.

Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, Ma'mun Amir, mengatakan Pemerintah Provinsi amat bangga bisa terlibat dalam Festival ini karena ini sejalan dengan komitmen Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk mendiversifikasikan investasi yang masuk dan memperbesar porsi investasi hijau.

“Penanaman modal di Sulteng tertinggi di Indonesia sebesar Rp28,8 triliun. Hal ini mendorong geliat ekonomi di Sulteng dan sudah menjadi kewajiban kami di Pemerintah Provinsi untuk terus mendukung kegiatan-kegiatan di tingkat Kabupaten yang mengimplementasikan proyek-proyek berkelanjutan, mempercepat peralihan ke ekonomi hijau, serta mencapai tujuan pembangunan lestari,” ujarnya dalam konferensi pers pembukaan Festival Lestari 5 di Bukit Indah Doda, Rabu (21/6).

Ia menyampaikan Sulawesi Tengah memiliki daya tarik yang tinggi guna mengundang pengunjung serta investor. Mulai dari kearifan lokal, keindahan alam, serta kaya dengan berbagai komoditas alam, seperti kopi, durian kakao, bambu, dan vanili.  Di sektor pariwisata Taman Megalitikum Vatunonju, serta warisan budaya yang berharga, seperti Tari Raego dan Kain Kulit Kayu menjadi daya tarik tersendiri.

Selain itu, Provinsi Sulawesi Tengah juga merupakan rumah bagi salah satu aset Indonesia dan dunia untuk keanekaragaman hayati dan budaya, yakni Cagar Biosfer Lore Lindu. Karenanya, pola pembangunan hijau juga amat sesuai bagi Provinsi Sulawesi Tengah untuk mengembangkan potensi aset istimewa ini menjadi roda ekonomi yang dilakukan secara bijak dan berbasis alam.

Festival Lestari 5 pun menghadirkan beragam program inovatif seperti Forum Bisnis & Investasi Inovasi Berbasis Alam. Telusur Rasa Lestari, Telusur Wisata & Budaya Lestari, Telusur Alam Lestari, Petualangan Lestari Paralayang, Telusur Komoditas Lestari dan Potomu Ntodea (Pasar Warga). Program-program ini dirancang untuk memperkenalkan kearifan lokal, kekayaan alam, komoditas, pariwisata hingga budaya dan kuliner lestari yang ada di Kabupaten Sigi kepada masyarakat.

Potensi inovasi berbasis alam

Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapatta Festival Lestari merupakan momentum penting bagi Kabupaten Sigi dan Provinsi Sulawesi Tengah untuk bangkit dan pulih setelah bencana gempa besar, likuifaksi, dan dampak pandemi Covid-19. 

Menurutnya, kearifan lokal dan budaya turut memainkan peranan penting dalam meningkatkan ketangguhan daerah terhadap bencana dan berkontribusi dalam pembangunan lestari. Hal ini juga yang melatarbelakangi Kabupaten Sigi mengusung konsep pembangunan Sigi Hijau sejak tahun 2019. 

Irwan menambahkan, Provinsi Sulawesi Tengah memiliki Cagar Biosfer Lore Lindu, salah satu dari 19 cagar biosfer di Indonesia. Luas cagar ini mencapai 1,6 juta hektar. Peran dan fungsi cagar ini sangat strategis, sehingga membutuhkan model pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, Festival Lestari juga menghadirkan Forum Bisnis dan Investasi Inovasi Berbasis Alam untuk membuka peluang kerja sama, dan kolaborasi multipihak untuk mendukung implementasi pembangunan lestari di Indonesia. 

Pihaknya juga melihat potensi inovasi basis alam sebagai jangkar bagi pendekatan pengelolaan kawasan yang lebih lestari bagi Sulawesi Tengah, Indonesia, bahkan dunia. Pemda Sigi, kata dia, memiliki komitmen untuk menjaga sekitar 50% kawasan tidak tergerus dari pembangunan dan industri yang bersifat ekstraktif.

“Jika kita bergotong royong, ini bisa dikembangkan menjadi model ekonomi restoratif dalam konteks cagar biosfer yang membuktikan bahwa lingkungan bisa dijaga secara konsisten dan masyarakatnya betul-betul sejahtera,” katanya.

Strategi menarik investasi hijau

Konferensi pers jelang event nasional Festival Lestari ke-5 di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah/Dok. Istimewa

Salah satu bagian penting dari Festival Lestari adalah Forum Bisnis dan Investasi Inovasi Berbasis Alam yang merupakan forum bisnis dan investasi pertama di Indonesia yang mengangkat inovasi dan solusi berbasis alam sebagai jawaban atas permasalahan krisis iklim dan praktik bisnis. Pendekatan ini sangat relevan dalam menghadapi isu-isu lingkungan yang mendesak saat ini.

Forum Bisnis dan Investasi Inovasi Berbasis Alam ini akan menyajikan ragam portofolio bisnis dan investasi dengan pendekatan inovasi basis alam yang dikembangkan Provinsi Sulawesi Tengah lewat kabupaten Kabupaten Sigi, Donggala, Parigi Moutong, Poso dan Kota Palu serta kabupaten anggota LTKL lainnya secara bertahap dengan asistensi Kementerian Investasi dan para mitra.

Forum Bisnis dan Investasi bertajuk Membuka Peluang Ekonomi Restoratif Cagar Biosfer di Sulawesi Tengah ini akan menjadi forum bisnis dan investasi pertama di Indonesia yang mengangkat inovasi dan solusi berbasis alam sebagai jawaban atas permasalahan krisis iklim dan praktik bisnis. Pendekatan ini sangat relevan dalam menghadapi isu-isu lingkungan yang mendesak saat ini.

Terkait hal ini, dalam konferensi pers di Jakarta (8/6) Kepala Sekretariat LTKL, Gita Syahrani mengatakan,forum ini digelar untuk mewujudkan pembangunan lestari, sebab dalam upayanya membutuhkan dukungan banyak pihak dari sisi teknis, investasi, transaksi, dan pendanaan.

Ada lima fokus prioritas yang akan dikembangkan, pertama pengembangan ekonomi berbasis multi usaha kehutanan. Kedua, peningkatan produktivitas komoditas perkebunan ekonomi berbasis dan agroforestri dengan praktik berkelanjutan. Ketiga, pengembangan industri hilirisasi berbasis alam menjadi produk bernilai tambah. Keempat, jasa ekosistem. Kelima, ekowisata.

Menyasar pertumbuhan UMKM

Inovasi berbasis alam tidak hanya menyasar rantai pasok komoditas, tetapi juga menyasar percepatan pertumbuhan UMKM dan nilai transaksi pelaku usaha kecil dan menengah, sejalan dengan target Bangga Buatan Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah sebesar Rp50 miliar untuk tahun 2023.

Menyoal komoditas, sejalan dengan upaya pemerintah, Zaitun salah satu petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Simpotove menjelaskan bahwa komoditas unggulan di Sigi meliputi kakao, kopi, vanili, dan kemiri. Antara tahun 2001-2002, komoditas vanili pernah jadi primadona, namun setelah periode itu banyak ditinggalkan petani karena harganya anjlok akibat permainan harga, padahal komoditas ini sebenarnya sangat menguntungkan, terlebih lagi proses produksinya ramah lingkungan. 

Kini, para petani di kawasan konservasi Lore Lindu khususnya wilayah Palolo dan Kulawi telah mendapatkan pendampingan dari korporasi swasta, serta telah mendapatkan sertifikasi atas upaya mereka dalam mengembangkan bisnis komoditas secara lebih bertanggung-jawab, seperti tidak menjarah hutan serta bebas pestisida. 

Komoditas Sigi bila digarap secara baik akan memberikan nilai ekonomi tinggi. Demi meningkatkan kualitas dan kapasitas, para petani kini semangat mengikuti pelatihan dan sertifikasi. Sertifikasi ini berpengaruh positif terhadap harga jual komoditas. 

“Contohnya kakao, bila dihasilkan tanpa sertifikasi, dihargai sekitar Rp 42.500 per kilogram, sementara dengan sertifikasi, harga bisa mencapai Rp 46.850,” kata Zaitun. 

Saat ini, para petani sedang mengembangkan komoditas vanili sebagai diversifikasi komoditas. selain itu, vanili juga merupakan tanaman yang dapat hidup berdampingan dengan pohon-pohon sebagai induknya, sehingga tidak ada alih fungsi lahan untuk mengembangkan komoditas ini, dan berkontribusi terhadap penjagaan lingkungan, khususnya hutan.

 “Seperempat hektar vanili sebanding dengan satu hektar tanaman kakao, nilai ekonomi tanaman vanili lebih tinggi yaitu Rp200.000 per kilogram,” katanya.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Apple Minta Maaf atas Iklan iPad Pro yang Tuai Kontroversi
Pertamina Bantah Isu tentang Penghentian Penjualan Pertalite
PT Timah Rombak Jajaran Direksi, Ini Daftar Terbarunya
5 Tips Jaga Privasi Chat di WhatsApp Dengan Manfaatkan Fitur yang Ada
RUPST Bank Mas Absen Bagi Dividen dan Ganti Direktur
Paramount Petals Bangun Area Komersial Berbasis Kota Mandiri