Kadin Minta Kenaikan Upah Tidak Dipukul Rata untuk Semua Sektor

Hendaknya ada insentif bagi pengusaha

Kadin Minta Kenaikan Upah Tidak Dipukul Rata untuk Semua Sektor
Ketua Umum KADIN INdonesia, Arsjad Rasjid. (dok. KADIN)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berharap agar aturan kenaikan upah minimum 2023 tidak dipukul rata untuk semua sektor. Pasalnya, ada sejumlah sektor industri yang kinerjanya justru sedang lesu.

“Harus disadari tidak semua sektor memiliki pertumbuhan dan iklim bisnis yang sama saat ini. Kebijakan kenaikan upah minimum pada satu periode sebaiknya menargetkan pada industri dengan laju pertumbuhan ekonomi terbesar atau winning industry pada periode tersebut. Jika tidak, kebijakan kenaikan upah tersebut akan memberatkan pelaku usaha,” ujar Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, Selasa (22/11).

Dia tidak menampik tantangan perekonomian global yang dipicu oleh konflik geopolitik terus memicu lonjakan inflasi. Inflasi Indonesia pada Oktober 2022 mencapai 5,71 persen, yang tentunya bakal berimbas pada kenaikan harga-harga bahan pokok dan daya beli masyarakat.

Di sisi lain, dengan tantangan yang sama, industri dalam negeri juga merasakan dampak yang berbeda-beda. Cerminannya adalah penurunan permintaan global yang berdampak pada ekspor Indonesia. Kinerja ekspor September turun 10,99 persen menjadi US$24,8 miliar dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Akibatnya, sektor industri padat karya—penopang penyerapan tenaga kerja di Indonesia—mengalami kelesuan karena turunnya permintaan.

Melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.18/2022, pemerintah merilis kebijakan kenaikan upah minimum yang diberlakukan sejak 16 November 2022.

Kebijakan harus tepat sasaran dan terukur

Becermin pada pertumbuhan ekonomi triwulan III-2022, industri tekstil dan pakaian jadi kumulatif tumbuh 11,38 persen dibandingkan dengan industri makanan dan minuman yang hanya tumbuh 3,66 persen. Namun, belakangan, banyak pemain dalam industri tekstil melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perlambatan permintaan ekspor hingga 30-50 persen.  

Pemerintah perlu merumuskan kebijakan pengupahan yang lebih tertarget sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan karakter setiap sektor industri, kata Arsjad. Kebijakan pengupahan tersebut juga perlu bersifat adil dan tidak memberatkan pelaku usaha serta tidak merugikan buruh. 

Dorong pemberian insentif

Industri padat karya menyerap lebih banyak tenaga kerja dan menciptakan lapangan pekerjaan. Ini berbeda dari karakter industri padat modal yang mengandalkan teknologi dan modal besar.

Sementara itu, industri yang berorientasi pada ekspor seperti industri alas kaki dan pakaian jadi berbeda dari industri yang berorientasi pada impor, seperti makanan dan minuman yang mengandalkan bahan baku sereal, industri plastik, dan perlengkapan elektronik.

“Dalam situasi pelemahan ekonomi global yang bakal berlanjut pada tahun depan, kami berharap agar kebijakan kenaikan upah dibarengi dengan pemberian insentif bagi industri yang terkena dampak gejolak ekonomi global, seperti industri padat karya dan yang berorientasi pada ekspor,” kata dia.

Related Topics

KADINArsjad Rasjid

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi