Gubernur BI: RUU PPSK Harus Kedepankan Independensi Bank Sentral

BI terus koordinasi dengan KSSK untuk bahas RUU PPSK.

Gubernur BI: RUU PPSK Harus Kedepankan Independensi Bank Sentral
Gubernur BI Perry Warjiyo saat menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Periode September 2022 (22/9)/Tangkapan Layar
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menekankan reformasi sektor keuangan yang diupayakan dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) harus tetap mengedepankan independensi dan kewenangan bank sentral.

"Presiden terus tegaskan independensi BI adalah hal mendasar sebagai salah satu pilar kredibilitas dari kebijakan ekonomi kita, kebijakan makroekonomi dan kebijakan di bidang kebanksentralan, khususnya mengenai moneter," ujarnya dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Oktober 2022, Kamis (20/10).

Dalam pembahasan RUU tersebut, Perry memastikan pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), termasuk pemerintah agar reformasi sektor keuangan tetap mengedepankan kewenangan dan independensi dari masing-masing lembaga.

Nantinya, BI bersama pemerintah juga bakal menyampaikan berbagai pandangan terkait dalam RUU PPSK dalam pembahasan di DPR. Harapannya, RUU tersebut bisa membuat sektor keuangan kian berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia, makin adaptif dengan era digitalisasi, serta semakin memperkuat koordinasi di KSSK.

Reformasi lima pilar

Pada pertengahan Agustus lalu, dalam Rapat Kerja dengan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) RI, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan penyusunan RUU PPSK diperlukan untuk mereformasi sektor keuangan Indonesia yang masih dangkal dan belum seimbang.

"Reformasi ini diperlukan untuk mengatasi lima pilar," ujar Suahasil.

Kelima pilar tersebut yakni rendahnya literasi dan ketimpangan akses ke sektor jasa keuangan yang terjangkau, tingginya biaya transaksi di sektor keuangan, terbatasnya instrumen keuangan, rendahnya kepercayaan dan perlindungan investor dan konsumen, serta kebutuhan penguatan kerangka koordinasi dan penanganan stabilitas sistem keuangan.

Ia menyebutkan kelima pilar tersebut memerlukan reformasi pengembangan dan penguatan sektor keuangan dengan meningkatkan akses ke jasa keuangan, memperluas sumber pembiayaan jangka panjang, meningkatkan daya saing dan efisiensi, mengembangkan instrumen dan memperkuat mitigasi risiko, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra Otoparts Bagi Dividen Rp828 Miliar, Simak Jadwalnya
IKN Menjadi Target Inovasi yang Seksi bagi Investor Luar Negeri
Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp104,7 Triliun Hingga 31 Maret 2024
Museum Benteng Vredeburg Lakukan Revitalisasi Senilai Rp50 Miliar
Pemerintah Realisasikan Rp220 T Untuk 4 Anggaran Prioritas di Q1 2024
ERAL Kolaborasi dengan DJI dan Fujifilm di Kampanye Motion Creativity