Inflasi AS Masih Tinggi, Investor Cemas Suku Bunga Naik Lebih Agresif

Peluang The Fed naikkan suku bunga 75 bps kian jembar.

Inflasi AS Masih Tinggi, Investor Cemas Suku Bunga Naik Lebih Agresif
Shutterstock/Luis A. Orozco
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Masih tingginya angka inflasi di Amerika Serikat (AS) memicu kekhawatiran investor terhadap kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang kian progresif.

Pasalnya, data terbaru yang dirilis Rabu (11/5) menunjukkan tekanan yang membuat inflasi tetap tinggi selama berbulan-bulan masih kuat meski tahunan melambat untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan di bulan April.

Indeks Harga Konsumen masih meningkat 8,3 persen. Sementara inflasi inti—yang tidak termasuk biaya bahan makanan dan gas—naik 0,6 persen di bulan lalu, lebih tinggi dari bulan sebelumnya, dengan kenaikan 0,3 persen. 

Mengutip Fortune.com para ekonom sebenarnya telah berminggu-minggu meramalkan bahwa harga konsumen mungkin mencapai puncaknya pada April dan akan memberikan implikasi besar bagi ekonomi dan pasar AS.

Jika prediksi inflasi puncak berlaku, kemungkinan Federal Reserve—yang sudah memulai kebijakan hawkish yang agresif untuk menaikkan suku bunga—tidak perlu mengeluarkan bazooka untuk menjaga harga agar tidak naik lebih jauh.

Sebaliknya, jika prediksi meleset, maka kenaikan suku bunga bank sentral diperkirakan akan makin agresif ke depan. “Ini akan menjadi salah satu yang sangat penting bagi pasar dan The Fed, karena meskipun pembuat kebijakan telah memberi sinyal kuat bahwa mereka cenderung untuk melanjutkan kenaikan sebesar 50bps pada beberapa pertemuan berikutnya, masih ada 25/50/75bps untuk dimainkan setelah itu,” tulis tim strategi makro Deutsche Bank dalam catatan investor Rabu pagi.

Indeks saham jatuh

Para ekonom juga memprediksi bahwa kenaikan suku bunga 75 basis poin kemungkinan akan membuat investor bearish dan bergegas untuk keluar dari pasar.

Menambah kegelisahan investor: Presiden Fed Cleveland Loretta Mester, anggota pemungutan suara di Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), mengatakan dalam wawancara dengan Bloomberg Tv pada Selasa (10/5) lalu bahwa bank sentral tidak mengesampingkan kenaikan 75 basis poin pada pertemuan mendatang. 

Namun, dia menambahkan, “Saya pikir langkah yang kita tempuh sekarang tampaknya tepat untuk saya.”

Faktanya, Pasar AS memang mengalami pelemahan setelah berita data harga konsumen terbaru yang dirilis Rabu lalu dirilis. Saham Apple, misalnya, turun sebesar 5 persen pada Kamis dini hari dan menyebabkan kemerosotan indeks S&P 500 1,65 persen dan Nasdaq 3,2 persen.

Obligasi pemerintah jangka pendek juga mulai ditinggalkan—meski obligasi bertenor lebih lama menguat—karena investor khawatir kenaikan suku bunga yang curam akan menghambat pertumbuhan.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun turun enam basis poin (bps) dan turun empat basis poin lebih lanjut di perdagangan Tokyo menjadi 2,8877 persen. Kesenjangan antara imbal hasil dua tahun dan 10 tahun menyempit, meratakan kurva imbal hasil.

"Seharusnya ada titik kritis dalam seberapa jauh The Fed dapat ditekan sebelum peluang jelas mengarah ke hard landing," kata ahli strategi suku bunga AS dari NatWest Markets, Jan Nevruzi.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra Otoparts Bagi Dividen Rp828 Miliar, Simak Jadwalnya
IKN Menjadi Target Inovasi yang Seksi bagi Investor Luar Negeri
Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp104,7 Triliun Hingga 31 Maret 2024
Museum Benteng Vredeburg Lakukan Revitalisasi Senilai Rp50 Miliar
Pemerintah Realisasikan Rp220 T Untuk 4 Anggaran Prioritas di Q1 2024
ERAL Kolaborasi dengan DJI dan Fujifilm di Kampanye Motion Creativity