Kriteria Kendaraan yang Tak Boleh Beli Pertalite dan Solar

Aturan terkait kriteria kendaraan akan diatur lewat Perpres.

Kriteria Kendaraan yang Tak Boleh Beli Pertalite dan Solar
Mobil mengisi BBM non-subsidi di SPBU. (dok. Pertamina)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah bakal memperinci kriteria kendaraan yang berhak mendapatkan subsidi BBM jenis Pertalite dan Solar melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) nomor 191 tahun 2014. Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, mengatakan salah satu ukurannya adalah kendaraan roda empat di bawah 2.000 CC.

Kemudian untuk kendaraan roda dua, larangan pembelian Pertalite menyasar motor di atas 250 CC. Menurutnya, pembatasan tersebut dilakukan karena pemilik kendaraan dengan kriteria tersebut masuk ke dalam golongan masyarakat mampu.

"Itu mobil pelat hitam masih bisa kecuali yang di atas 2.000 cc, termasuk motor mewah," ujarnya dalam Webinar Virtual 'Generating Stakeholders Support For Achievieng Effectiveness of Duel and LPG Subsidies', Rabu (29/6).

BBM subsidi jenis Solar akan dibatasi pembeliannya untuk semua kendaraan pribadi pelat hitam, kecuali angkutan barang bak terbuka.

"Kita masukkan ke sini karena banyak saudara kita yang melakukan usaha roda empat bak terbuka di kampung-kampung, kalau nanti ini kita batasi akan menyulitkan. Jadi, kita kecualikan," jelasnya seraya menambahkan bahwa kendaraan umum, "angkutan orang pelat kuning juga masih diberikan JBT solar."

Urgensi revisi Perpres

Dalam kesempatan sama, Direktur Pemasaran Regional Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menjelaskan revisi Perpres 191/2014 diperlukan untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran. 

Pasalnya, peningkatan volume subsidi selama ini lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu ketimbang masyarakat tidak mampu. "Jadi, jangan sampai masyarakat kaya menikmati lebih besar dari masyarakat miskin," ujarnya.

Kriteria kendaraan yang berhak menerima subsidi juga diperlukan karena sebelumnya Perpres tersebut tidak mengatur segmentasi sasaran penerima subsidi dengan lebih mendetail.

Untuk mencegah kelangkaan akibat kenaikan permintaan dan keterbatasan kuota BBM bersubsidi, revisi aturan tersebut menjadi sangat krusial.

"Mungkin Perpres 191/2014 waktu itu condong situasi segmentasinya, tetapi dengan kondisi masyarakat dan pasar berubah itu situasi berbeda. Sehingga kami dengan adanya BPH migas terlibat dalam perumusan revisi Perpres agar segmentasi pengguna menjadi lebih jelas karena demand-nya meningkat," katanya.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M